BAB I
PENDAHULUAN
Pemerintah melalui Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi dan Ketua BPPN Ary Suta mengumumkan secara resmi merger empat Bank Swasta Nasional yang berada dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yaitu Bank Bali, Bank Universal, Bank Prima Ekspres, dan Bank Patriot. Tak lama kemudian, Bank Artamediapun diikutsertakan dalam merger bank, sehingga pemerintah dalam bulan ini telah memutuskan untuk melakukan merger lima bank. Keputusan pemerintah tentang merger lima bank tersebut tentunya bukanlah hal baru bagi dunia perbankan nasional kita, mengingat BI sebelumnya telah mematok rasio kecukupan modal (CAR) 8 persen dan non performing loan (NPL) 5 persen hingga akhir tahun 2001.
Kalau ditilik data dari Bank Indonesia bahwa hingga 15 November 2001 menunjukkan bahwa rata-rata CAR untuk bank-bank yang ikut rekapitalisasi berkisar 12 persen, sedangkan NPL berada dikisaran 13 s/d 14 persen.[1] Dengan melihat kondisi tersebut, sebenarnya apa yang dilakukan oleh pemerintah saat ini minimal untuk menyelamatkan bank-bank tersebut dari kemerosotan lebih jauh apalagi harus dilikuidasi yang cost-nya jauh lebih besar ketimbang merger bank. Namun demikian, apabila dilihat dari pemenuhan target NPL 5 persen sebagaimana yang dikehendaki oleh BI hingga akhir tahun ini, nampaknya cukup berat.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Merger dan Akuisisi
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru. Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi.[2]
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada.
Jenis-jenis Merger dan Akusisi
Menurut Damodaran 2001, suatu perusahaan dapat diakuisisi perusahaan lain dengan beberapa cara, yaitu :
a) Merger
Pada merger, para direktur kedua pihak setuju untuk bergabung dengan persetujuan para pemegang saham. Pada umumnya, penggabungan ini disetujui oleh paling sedikit 50% shareholder dari target firm dan bidding firm. Pada akhirnya target firm akan menghilang (dengan atau tanpa proses likuidasi) dan menjadi bagian dari bidding firm.
b) Konsolidasi
Setelah proses merger selesai, sebuah perusahaan baru tercipta dan pemegang saham kedua belah pihak menerima saham baru di perusahaan ini.
c) Tender offer
Terjadi ketika sebuah perusahaan membeli saham yang beredar perusahaan lain tanpa persetujuan manajemen target firm, dan disebut tender offer karena merupakan hostile takeover. Target firm akan tetap bertahan selama tetap ada penolakan terhadap penawaran. Banyak tender offer yang kemudian berubah menjadi merger karena bidding firm berhasil mengambil alih kontrol target firm.
d) Acquisistion of assets
Sebuah perusahaan membeli aset perusahaan lain melalui persetujuan pemegang saham target firm.
Pembagian akuisisi tersebut berbeda menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe 2002. Menurut mereka hanya ada tiga cara untuk melakukan akuisisi, yaitu :[3]
a) Merger atau konsolidasi
Merger adalah bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding firm tetap berdiri dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan kewajiban milik target firm. Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi bagian dari bidding firm. Konsolidasi sama dengan merger kecuali terbentuknya perusahaan baru. Kedua perusahaan sama-sama menghilangkan keberadaan perusahaan secara hukum dan menjadi bagian dari perusahaan baru itu, dan antara perusahaan yang di-merger atau yang me-merger tidak dibedakan.
b) Acquisition of stock
Akuisisi dapat juga dilakukan dengan cara membeli voting stock perusahaan, dapat dengan cara membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga lain. Acquisition of stock dapat dilakukan dengan mengajukan penawaran dari suatu perusahaan terhadap perusahaan lain, dan pada beberapa kasus, penawaran diberikan langsung kepada pemilik perusahaan yang menjual. Hal ini dapat disesuaikan dengan melakukan tender offer. Tender offer adalah penawaran kepada publik untuk membeli saham target firm, diajukan dari sebuah perusahaan langsung kepada pemilik perusahaan lain.
c) Acquisition of assets
Perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua asetnya. Pada jenis ini, dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga tidak terdapat halangan dari pemegang saham minoritas, seperti yang terdapat pada acquisition of stock.
Sedangkan berdasarkan jenis perusahaan yang bergabung, merger atau akuisisi dapat dibedakan :
a) Horizontal merger terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang bergerak di bidang industri yang sama bergabung.
b) Vertical merger terjadi ketika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan supplier atau customernya.
c) Congeneric merger terjadi ketika perusahaan dalam industri yang sama tetapi tidak dalam garis bisnis yang sama dengan supplier atau customernya. Keuntungannya adalah perusahaan dapat menggunakan penjualan dan distribusi yang sama.
d) Conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang tidak berhubungan bisnis melakukan merger. Keuntungannya adalah dapat mengurangi resiko.
Alasan-alasan Melakukan Merger dan Akuisisi
Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger maupun akuisisi, yaitu :[4]
a) Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
b) Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c) Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d) Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e) Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f) Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g) Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat.
Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi
a) Kelebihan Merger
Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain.
b) Kekurangan Merger
Dibandingkan akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan,sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama.
Kelebihan dan Kekurangan Akuisisi
a) Kelebihan Akuisisi
Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset adalah sebagai berikut:
- Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm.
- Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan.
- Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile takeover).
- Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi.
b) Kekurangan Akuisisi
Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset sebagai berikut :
- Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi.
- Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger.
- Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi.
MERGER BANK : Studi Kasus Merger PT Bank Mandiri (Persero)
Gagasan Merger Bank
Gagasan atau ide melakukan merger bank sebenarnya sudah cukup lama didengungkan, seiring dengan mulai rontoknya sejumlah bank di tanah air. Barangkali masih ingat dalam benak pikiran kita ketika pemerintah melakukan likuidasi enambelas bank sekitar Nopember 1997. Rontoknya 16 bank umum sekitar Nopember 1997, tersebut nampaknya telah menyentakkan dunia perbankan nasional. Kecemasan demi kecemasan terus menghantui para bankir khususnya pihak swasta, jangan-jangan likuidasi atau pembekuan bank akan terus bergulir. Bahkan beberapa pengamat perbankan pada saat itu memprediksikan bahwa masih ada likuidasi babak berikutnya terhadap beberapa bank lainnya yang sebenarnya juga memiliki kinerja yang kurang lebih sama dengan teman-temannya yang sudah gulung tikar tersebut.
Ternyata dugaan para pengamat perbankan terhadap munculnya likuidasi susulan terhadap bank-bank yang tidak sehat, baik dari sisi permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, maupun likuiditasnya ternyata tak dapat dihindari lagi, meskipun dengan bahasa yang agak berbeda yaitu pembekuan operasi (Bank Beku Operasi/BBO). Disamping itu, juga munculnya sejumlah bank yang dengan terpaksa masuk dalam perawatan lembaga penyehatan perbankan nasional, BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
Sekitar Maret 1998, empat belas bank swasta nasional akhirnya ditertibkan pemerintah, tujuh bank dibekukan operasinya (Bank Kredit Asia, Centris International Bank,, Bank Deka, Bank Subentra, Bank Pelita, Hokindo Bank, dan Bank Surya), dan tujuh bank lainnya dalam pengawasan BPPN (BDNI, Bank Exim, Bank Danamon, BUN, Bank Tiara Asia, Bank PDFCI, Modern Bank).[5]
Dalam perkembangannya, bank yang dalam pengawasan BPPN tersebut setelah menjalani perawatan dalam kurun waktu tertentu, akhirnya pada tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah mengambil keputusan yang tidak mengenakkan dunia perbankan yaitu melakukan pembekuan operasi terhadap tiga bank swasta BDNI, Bank Modern, dan BUN (Bank Beku Operasi/BBO) serta pengambilalihan kepemilikian oleh pemerintah (Bank Take Over) terhadap empat bank swasta yaitu Bank Danamon, Bank BCA, Bank Tiara, dan Bank PDFCI.
Rentetan peristiwa yang tidak mengenakkan dalam dunia perbankan tersebut, telah memunculkan suatu alternatif penyelamatan dunia perbankan dari keruntuhannya melalui merger bank. Dalam artian yang sederhana, merger bank adalah suatu proses penggabungan antara dua bank atau lebih menjadi sebuah bank baru atas dasar kesepakatan kedua belah pihak yang saling menguntungkan. Dengan kata lain, bahwa dalam proses merger perlu diterapkan prinsip-prinsip win-win solution. Oleh karena keempat bank yang di merger tersebut berada dalam perawatan BPPN, maka proses merger bank yang dilakukan menjadi relative tidak banyak kendalanya.
Motivasi Merger Bank
Meskipun alasan pemergeran kelima bank tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan secara jelas, namun sebenarnya alasan merger bank arahnya dapat diduga. Apa sebenarnya yang mendasari suatu bank melakukan merger? Paling tidak ada tiga alasan penting yang mendasari mengapa bank perlu melakukan merger yaitu pertama : untuk menciptakan suatu sinergi, khususnya yang berkaitan dengan memperkuat aset, modal dan jaringan pemasaran yang telah ada; kedua : untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi kerja bank; dan ketiga : meningkatkan peran manajerial bagi bank hasil merger.
Bank-bank yang telah melakukan merger tersebut dengan sendirinya jumlah aset dan modal bank yang dimilikinya akan menjadi besar. Sebagai contoh, Bank Mandiri yang merupakan bank hasil merger antara empat bank pemerintah yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Exim, dan Bank Pembangunan Indonesia, total asetnya pada saat akan di merger diperkirakan mencapai lebih dari Rp. 90 triliun dan modal sendiri mencapai sekitar Rp. 9 triliun. Disamping menambah jumlah aset dan modalnya, maka jumlah nasabah yang dapat dilayaninya, serta jumlah kantor cabang dari hasil merger bank tersebut juga semakin meningkat.
Sementara itu, dengan adanya merger bank tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan efisiensi kerja melalui pengurangan berbagai aktifitas yang sama yang ada dalam bank. Sebagai konsekwensinya, harus ada kerelaan untuk melakukan perampingan karyawan dalam berbagai tingkatan (level posisi/jabatan). Munculnya bank baru hasil merger, Bank Mandiri misalnya, diperkirakan sekitar ribuan karyawan dengan terpaksa dan berat hati harus dirumahkan atau memperoleh kesempatan pensiun lebih cepat. Untuk mengantisipasi hal tersebut, tentunya jauh hari sudah memperoleh perhatian dengan seksama, seperti memberikan berbagai bentuk pelatihan yang memungkinkan mereka yang akan dirumahkan tersebut untuk mampu mandiri plus bekal permodalan untuk membuka usaha (bisnis) baru bagi kelangsungan hidupnya.
Sedangkan mengenai peran manajerial dalam bank hasil merger diharapkan akan dapat menghasilkan suatu efisiensi dan peningkatan kinerja (performance) secara optimal melalui penempatan tenaga-tenaga profesional perbankan yang dimiliki oleh masing-masing bank hasil merger. Dalam hal ini, penempatan terhadap tenaga-tenaga profesional dalam bidangnya masing-masing tersebut hendaknya dilakukan berdasarkan bukan saja dari sisi profesionalisme, tetapi juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip keadilan, kebersamaan, dan keterbukaan (transparansi) bagi semua pihak.
Gelombang Merger
Apabila kita amati tentang bagaimana perkembangan merger bank di berbagai Negara nampaknya merger berlangsung dalam tempo dan ritme yang berbeda-beda. Sekitar tahun 1970-an gelombang pertama merger terjadi di Amerika, seperti bergabungnya Bank of America dengan Security Pacific, Chase Manhattan Bank dengan Chemical Bank, dan Bank of New York dengan Irving Trust.
Selanjutnya diikuti gelombang kedua merger yang terjadi di Eropa, terutama di Swiss, seperti rencana merger antara Union Bank of Switzerland dengan Swiss Bank Corp. Gelombang mergerpun terus bergulir sehingga muncul gelombang ketiga merger di kawasan Asia Pasifik, yang ditandai dengan terjadinya merger antarbank di Australia yang sebelumnya pernah ada larangan bank untuk merger (Infobank 222).
Tak ketinggalan gelombang merger juga mulai merembes di kawasan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Di tahun 1999 yang menurut penanggalan Cina sebagai tahun kelinci nampaknya merupakan tahun baik untuk melakukan merger. Terutama dengan adanya tekad pemerintah untuk melakukan merger empat bank pemerintah kedalam Bank Mandiri yang saat itu diperkirakan sekitar Mei 1999 sudah rampung total.
Para pemilik bank-bank swasta yang sebelumnya merencanakan melakukan merger antara lain kelompok Bakrie, Nusamba, dan Eka Tjipta Widjaja. Kelompok bank-bank swasta milik Bakrie seperti Bank Nusa, Bank Nasional, Bank Angkasa, dan Bank Komersial. Sedangkan kelompok Nusamba antara lain Bank Duta, Bank Bukopin, Bank Tugu, Bank Universal, dan Bank Umum Nasional. Sementara itu, kelompok Eka Tjipta Widjaya antara lain BII, BDNI, Bank SGP, Bank Tiara, Bank Tugu, dan Bank Dewa Rutji.[6]
Keinginan para pemilik bank-bank swasta saat itu untuk melakukan merger tentunya merupakan suatu kebutuhan yang tak dapat ditunda-tunda lagi. Namun, dalam perjalanannya rencana merger bank menjadi terhenti karena beberapa bank swasta yang direncanakan ikut merger telah dibekukan operasinya, seperti BDNI, BUN, dan Tiara.
Merger PT Bank Mandiri (Persero)
Untuk mengatasi krisis ekonomi regional yang sampai saat ini masih melanda Indonesia diperlukan pembenahan sektor moneter yang antara lain dengan melalui rekapitalisasi perbankan.
Pendirian PT Bank Mandiri (Persero) yang dilanjutkan merger dengan PT Bank Bumi Daya (Persero), PT Bank Dagang Negara (Persero), PT Bank Ekspor Impor Indonesia (Persero) dan PT Bank Pembangunan Indonesia (Persero) merupakan salah satu implementasi rekapitalisasi perbankan yang diharapkan akan menjadi pilar perbankan Indonesia.[7] Pendekatan merger seperti ini akan digunakan Pemerintah untuk memperbaiki kinerja bank-bank lain yang mengalami kesulitan keuangan.
Proses untuk melakukan merger dimulai dengan tahapan persiapan merger yang meliputi inisiasi merger, penetapan tujuan melaksanakan merger, jenis merger yang akan dipilih dan inventarisasi isu-isu yang timbul. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting karena akan menentukan berhasil tidaknya rencana merger.
Tahapan selanjutnya adalah legal merger yang meliputi pembentukan tim merger, pemenuhan persyaratan merger, penunjukan konsultan untuk membantu merger, pemilihan partner merger, penetapan kebijakan selama proses merger, dan penyusunan rencana kerja. Kegagalan suatu merger dapat terjadi karena kesulitan bank peserta merger untuk memenuhi persyaratan merger khususnya dalam menambah modal dan mengurangi aktiva yang tidak produktif.
Tahapan terakhir proses merger adalah operasional merger dimana tahapan ini dapat menggambarkan keberhasilan suatu proses merger. Tahapan ini meliputi komunikasi kepada semua pihak tentang merger dan integrasi bank-bank peserta merger (SDM, operasional, IT dan lain-lain).
Peranan pemegang saham sangat menentukan keberhasilan merger terutama dalam melaksanakan persiapan dan legal merger. Dalam kasus merger PT Bank Mandiri (Persero) inisiatif merger datang dari pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan dan Menteri Negara BUMN sebagai pemegang saham. Tujuan dan jenis merger ditetapkan oleh pemerintah yang kemudian ditindaklanjuti oleh managemen masing-masing bank peserta merger.
Demikian juga halnya tentang pemenuhan modal. Tambahan modal yang biasanya merupakan kendala utama dalam proses merger disediakan oleh pemerintah dengan menerbitkan rekap bond.
Dalam pelaksanaan operasional merger PT Bank Mandiri (Persero) memberikan pilihan kepada pegawai apakah akan ikut bergabung PT Bank Mandiri (Persero) atau mengambil Program Pensiunan Sukarela (PPS). Pegawai yang ikut bergabung dites ulang untuk mengetahui kompetensi yang bersangkutan untuk menduduki jabatan yang tersedia.
Sistem IT yang digunakan dipilih IT dari salah satu bank yang akan merger yaitu IT PT Bank Ekspor Impor Indonesia karena dinilai paling sesuai dengan kebutuhan PT Bank Mandiri (Persero) saat ini dan antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
Penggantian sistem dan prosedur dilakukan secara bertahap dari satu cabang ke cabang lain (roll out) sampai dengan semua kantor cabang menggunakan sistem dan prosedur yang sama.
Perkembangan kinerja PT Bank Mandiri (Persero) setelah semua proses merger diselesaikan semakin baik dengan melihat perkembangan keuangan dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2001.
BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Dalam menghadapi era globalisasi, tentunya sangat diperlukan dukungan yang kuat dunia perbankan yang benar-benar sehat dan kuat dalam berbagai aspeknya baik dilihat dari aspek permodalan, menejemen, rentabilitas, maupun likuiditasnya.
Keputusan pemerintah memang telah bulat dan harus disosialisasikan kepada public (termasuk nasabah) dengan baik. Satu hal yang tak boleh dilupakan adalah bagaimana penanganan lebih lanjut terhadap status para karyawan yang kini berstatus sebagai bank merger tersebut. Yang jelas cepat atau lambat akan terjadi gelombang rasionalisasi para karyawan bank merger tersebut, sebagaimana terjadi bank merger sebelumnya. Agar rasionalisasi karyawan bank merger tersebut tidak menimbulkan gejolak yang berarti, sudah selayaknya perlu dipikirkan pola rasionalisasi yang menyejukkan mereka (smiling rationalization). Kalau pemerintah cukup berhasil dalam melakukan merger Bank Mandiri, tentunya hal itu juga bisa dilakukan bagi bank merger yang baru. Nampaknya pahit, tapi mudah-mudahan bisa menjadi obat yang mujarab bagi dunia perbankan, semoga!
DAFTAR PUSTAKA
Sartono, Agus.2010.Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi.BPFE: Yogyakarta
Ahmad Raja.2005.Merging of Bank in Indonesia Case Study Merging of PT Bank Mandiri (Persero).Institut Teknologi Bandung
Sutedi, Adrian.2007.Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan.Sinar Grafika: Jakarta
Budianto, Agus.2004.Merger Bank di Indonesia: Beserta Akibat-Akibat Hukumnya.Ghalia Indonesia: Jakarta
Simanjuntak, Cornelius.2004.Hukum Merger Perseroan Terbatas;Teori dan Praktik.Citra Aditya;Bandung