Tuesday, May 2, 2023

INFLASI: STABILITAS NILAI UANG DOMESTIK

 

INFLASI:

STABILITAS NILAI UANG DOMESTIK

 

A.  Sejarah Inflasi

 

Emas memberikan nilai pada suatu mata uang dan juga akseptabilitas di tempat lain. Dalam hal ini, sejarah perekonomian Kerajaan Byzantium menarik untuk dipelajari. Byzantium berusaha keras untuk mengumpulkan emas dengan melakukan ekspor komoditasnya sebanyak mungkin ke negara-negara lain dan berusaha mencegah impor dari negara-negara lain agar dapat mengumpulkan uang emas sebanyak-banyaknya.

Tetapi apa yang kemudian terjadi, pada akhirnya orang-orang harus makan, membeli pakaian, mengeluarkan biaya untuk transportasi, serta juga menikmati hidup sehingga mereka akan membelanjakan uang (kekayaan) yang dikumpulkannya tadi sehingga ahirnya malah menaikkan tingkat harga komoditasnya sendiri. Spanyol setelah era Conquistadores  juga mengalami hal yang sama, begitu juga dengan Inggris setelah perang dengan Napoleon. Pada masa kini, terutama setelah era kapitalisme dimulai, masalah yang sama tetap menjadi perbedaan para ekonom dan otoritas keuangan.

Apa yang menyebabkan semua itu terjadi, tidak ada satu sebab utama yang dapat disalahkan. Semuanya adalah akibat gabungan dari penurunan produksi pertanian, pajak yang berlebihan, depopulasi, manipulasi pasar, high labor cost,  pengangguran, kemewahan yang amat berlebihan, dan sebab-sebab yang lainnya, seperti perang yang berkepanjangan,embargo dan pemogokan pekerja.[1]

 

B.   Teori Inflasi Konvensional

 

Inflasi adalah proses meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.[2]

Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang menyeluruh  dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit perhitungan moneter) terhadap barang-barang atau komoditas dan jasa. Sebaliknya, jika yang terjadi adalah penurunan unit perhitungan moneter terhadap baramg-barang atau komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation).[3]

Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dari tngkat harga secara umum. Persamaannya adalah sebagai berikut:

Rate of infation =

 

Pada umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat statistik perekonomian suatu negara menggunakan Consumer Price Index atau CPI dan Producer Price Index  atau PPI sebagai pengukur tingkat inflasi. Hanya saja, kedua metode pengukuran tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, yang salah satunya adalah karena menggunakan kumpulan yang mewakili sebuah subset dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh keseluruhan perekonomian, sehingga index harga tersebut tidak merefleksikan secara akurat seluruh perubahan harga yang terjadi.

Para ekonom cenderung lebih senang menggunakan Implicit Gross Domestic Product Deflator atau GDP Deflator untuk melakukan pengkuran tingkat inflasi. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

 

Implicit Price Deflator =

 

Untuk mengetahui apa dan bagaimana inflasi, perlu dipahami bahwa uang mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut dalam perekonomian diantaranya adalah:

 

1.    Media pertukaran.

2.    Pengukur nilai

3.    Unit perhitungan dan akuntansi

4.    Penyimpan nilaI.

5.    Instrumen terms of payment.[4]

 

Sedangkan menurut Sadono Sukirno, dalam bukunya Makro Ekonomi (2011), menyebutkan fungsi uang diantaranya sebagai berikut:

 

1.    Untuk melancarkan kegiatan tukar menukar.

2.    Untuk menjadi satuan nilai

3.    Untuk ukuran bayaran yang ditunda.

4.    Sebagai alat penyimpan nilai.[5]

 

Menurut Ekawarman dan Fahruddiansyah Muslim, dalam bukunya Pengantar Teori Ekonomi Makro (2010), inflasi dapat digolongkan sebagai berikut:

1.    Penggolongan didasarkan pada parah tidaknya infasi.

 

a)    Inflasi ringan (dibawah 10% per tahun)

b)   Inflasi sedang (antara 10-30% per tahun)

c)    Inflasi berat (antara 30-100% per tahun)

d)   Hiperinflasi (diatas 100% per tahun)

 

 

 

2.    Penggolongan didasarkan pada sumber penyebabnya.

 

a)    Inflasi permintaan yaitu inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan barang terlalu kuat. Inflasi ini disebut demand pull inflation.

b)   Inflasi biaya yaitu inflasi ini timbul karena kenaikan ongkos produksi. Inflasi ini disebut cost push inflation atau supply inflation.

c)    Inflasi campuran yaitu gabungan dari kedua kombinasi antara tarikan permintaan dan dorongan biaya.

 

3.    Penggolongan inflasi yang didasarkan pada asalnya.

 

a)    Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yaitu inflasi ini semata-mata disebabkan dari dalam negeri. Adapun penyebabnya antara lain misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, kenaikan upah, gagal panen, dan lain-lain.

b)   Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported infaltion) yaitu inflasi yang disebabkan karena naiknya harga barang-barang import. Hal ini terjadi karena biaya produksi di luar negeri tinggi atau karena adanya kenaikan tarif import barang.[6]

 

C.  Teori Inflasi Islam

 

Merurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena:

 

1.    Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit penghitungan.

2.    Melemahkan semangat menabung dari sikap terhadap menabung dari masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save).

3.    Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer dan barang-barang mewah (naiknya marginal propensity to Consum).

4.    Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yang menumpukan kekayaan seperti: tanah, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah produktif seperti: pertanian, industri, perdagangan, transportasi, dan lainnya.

 

Selain itu, inflasi juga mengakibatkan masalah-masalah yang berhubungan dengan akuntansi seperti:

1.    Apakah penilaian terhadap aset tetap dan aset lancar dilakukan dengan metode biaya historis atau metode biaya aktual.

2.    Pemeliharaan modal riil dengan melakukan isolasi keuntungan inflasioner.

3.    Inflasi menyebabkan dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi operasi (index) untuk mendapatkan kebutuhan  perbandingan waktu dan tempat.

 

Ekonomi islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M-1441 M), yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu:

1.    Natural inflation.

 

Inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya penawaran agregatifn (AS) atau naiknya permintaan agregatif (AD). Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan identitasnya:

 

 

MV=PT=Y

 

Dimana:           M= jumlah uang beredar

                         V= kecepatan peredaran uang

                         P= tingkat harga

                         T= jumlah barang dan jasa (kadang dipakai juga notasi Q)

                         Y= tingkat pendapatan nasional (GDP)

 

Maka natural inflation dapat diartikan sebagai:

a.    Gangguan tehadap jumlah barang ddan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T).

b.    Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M turun sehingga V dan T tetap,maka P naik.

 

Maka natural inflation dapat dibedakan berdasrkan penyebabnya yaitu:

a.    Akibat uang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor naik sedangkan impor turun, sehingga net eksport nilainya sangat besar, maka mengakibatkan naiknya permintaan agregatif (AD).

b.    Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS), karena terjadinya paceklik, perang, embargo, ataupun boycott.[7]

 

2.    Human error inflation.

 

Inflasi yang disebabkan selain dari natural inflation dapat digolongkan ke dalam human error inflation. Human error inflation  merupakan inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan manusia itu sendiri.

 

Human error inflation dapat dikelompokkan menurut penyebabnya-penyebabnya sebagai berikut:

 

a.    Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and bad administration).

 

Jika kita merujuk pada persamaan MV=PT, maka korupsi akan mengganggu tingkat harga (P naik), karena para produsen akan menaikkan harga jual produksinya untuk menutupi biaya-biaya “siluman” yang telah mereka keluarkan. Dimasukkannya biaya siluman tersebut dalam COGS (cost of goods solds). COGS akan mendorong ATC dan MC naik ke ATC2 dan MC2, sehingga harga jual pada keadaan normal profit naik dari P ke P2. Hal ini akan mengakibatkan COGS menjadi tidak merefleksikan nilai sumber daya sebenarnya yang digunakan dalam proses produksi. Harga yang terjadi terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada sehingga akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Pada akhirnya akan terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang akan merugikan masyarakat secara keseluruhan.

 

b.    Pajak yang berlebihan (excessive tax).

 

Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dedngan efek yang ditimbulka oleh korusi  dan administras yang buruk yaitu kontraksi pada kurva penawaran  agregatif (AS). Namun, jika dillihat kebih jauh excessive tax tersebut mengakbatkan apa yang dinamakan para ekonom dengan “efficiency loss” atau “weight loss”.

 

c.    Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive seignorage).

 

Seignorage arti tradisionalnya adalah keuntungan dari pencetakan koin yang di dapat oleh  percetakannya di mana biasanya percetakan tersebut dimiliki oleh pihak penguasa atau kerajaan. Tindakan seignorage ini juga salah satu penyebab inflasi, menurut Milton Freigman, seorang ekonom monetaris terkemuka, dikatakannaya “inflation ia always everywhere a monetary phenomenon”. Para otoritas moneter di negara-negara barat pada umumnya meyakini bahwa pencetakan uang akan menghasilkan keuntungan bagi pemerintah (inflation tax), hal ini sesuai dengan persamaan berikut:

Real revenue from printing money = = µ x

Dimana µ adalah tingkat pertumbuhan uang. Nilai µ yang tinggi akan menyebabkan tingkat inflasi(  yang tinggi, sehingga implikasinya adalah suatu nilai nominal yang lebih tinggi pula dari tingkat suku bunga(R= r +  Oleh karena itu, disimpulkan bahwa suatu tingkat pertumbuhan uang yang tinggi akan menghasilkan tingkat pajak yang tinggi pula dari pajak memeang uang (tax for holding money).

Dilain pihak, ekonom islam Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa percetakan uang yang berlebihan jelas-jelas akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan. Menurutnya, kenaikan harga-harga komoditas adalah kenaikan dalam bentuk jumlah uang atau nominal, sedangkan jika diukur dengan emas (dinar emas), maka harga-harga komoditas tersebut arang sekali mengalai kenaikan. Ia juga berpendapa bahwa uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi (jual beli) dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal kecil (supaya tidak ditumpuk atau hoarding).[8]

Necessary & Sufficient Condition Stabilisasi Uang.

 

Necessary & Sufficient Condition untuk menjaga stabilitas jenis-jenis uang dalam perekonomian dapat dilihat sebagai berikut:

 

No.

Jenis uang

Necessary Condition

 Sufficient Condition

1.

Full Bodied Money

-

-

2.

100% Reserve

Pengesahan pemerintah sebagai alat pembayaran.

-

3.

Partial Reserve

Pengesahan pemerintah sebagai alat pembayaran.

Pemerintah harus menjaga nilainya.

4.

Token money

-     Pengesahan pemerintah sebagai alat pembayaran.

-     Pemerintah harus menjaga nilainya.

Pemerintah harus mencegah dan melarang perdagangan uang.

5.

Fiat Money

-    Pengesahan pemerintah sebagai alat pembayaran.

-    Pemerintah harus menjaga nilainya

-   Pemerintah harus mencegah dan melarang perdagangan uang.

-   Pemerintah harus mencegah dan elarang peredaran uang palsu.

6.

Bank Money

N/A (bukan uang).

N/A (bukan uang).

 


 

 



[1] Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Makro Islam, edisi ketiga, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hlm.133.

[2] Ekawarman dan Fahruddinsyah, Pengantar Teori Ekonomi Makro, (Jakarta: Gaung Persada, 2010), hlm. 152.

[3] Adiwarman Azwar Karim, ibid, hlm.135.

[4] Ibid, hlm.136.

[5] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi: Teori Pengantar, Edisi Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 268.

 

[6] Ekawarman dan Fahruddinsyah, Pengantar Teori Ekonomi Makro, ibid, hlm.152.

 

[7] Adiwarman Azwar Karim, ibid, hlm.140.

[8] Ibid, hlm.150.

No comments:

Post a Comment

MANAGEMEN PEMASARAM BANK

  BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Lembaga keuangan perbankkan dalam kinerja untuk kesuksesan baik manajemen maupun operasiona...