STABILITAS EKONOMI DALAM BERBAGAI SISTEM
(MATERI INTERMEDIATE)
A. Pandangan Aliran Monetarists tentang uang
Aliran monetarists disebut juga teoritisi kuantitas uang modern. Berpendapat lebih luas lagi yaitu bahwa perubahan money supply tidak hanya mempengaruhi tingkat harga, tetapi lebih luas lagi, bahwa dalam jangka pendek money supply juga merupakan determinan penting yang dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian. Menurut kaum monetarist antara money supply dan GNP terdapat hubungan langsung dan meyakinkan. Hubungan itu tidak lain adalah monetary velocity yang dapat ditaksir (predictable). Oleh karena itu, suatu perubahan money supply dan GNP dengan jumlah yang dapat diramalkan. Jika money supply ditingkatkan selama periode resesi, maka kenaikan spending pertama-tama akan meningkatkan kesempatan kerja (employment) dan output riil. Sedangkan bila perekonomian sudah mendekati full-employment, maka kenaikan GNP (Karena kenaikan money supply) akan disertai kenaikan harga-harga.
Dalam pembahasan tentang permintaan uang oleh masyarakat, monetarist sangat menitik beratkan perhatian pada permintaan uang untuk tujuan traksaksi. Permintaan akan uang masyarakat itu dirumuskan sebagai suatu fraksi tertentu dari penghasilan mereka (Md=KY). Suatu kenaikan money supply akan meningkat Y (GNP), dan kenaikan Y ini baru berhenti apabila money demand = money supply (Md = Ms). Jadi income akan terus meningkat sampai seluruh kenaikan money supply itu diserap ke dalam kenaikan permintaan uang untuk transaksi (transaction demand). Dalam hubungan ini, monetarist sama sekali tidak menyinggung pengaruhnya terhadap tingkat bunga
Oleh karena Md = KY, maka Md akan sama dengan Ms hanya bila income sama dengan suatu fraksi tertentu yang dikalikan dengan money supply (Y = 1/k.Ms). factor pengali (1/k) ini tidak lain adalah velocity of money (v). velocity ini akan tetap konstan selama k tidak berubah.
Pandangan kaum monetarist mengenai velocityini sangat kaku (inflexible), yakni bahwa factor V itu tidak berubah alias konstan. Yang perlu ditekankan hanyalah bahwa velocity itu dapat diramalkan. Tapi belakangan sebagian besar kaum monetarist hanya menekankan bahwa velocity itu mestinya dapat diramalkan, dan tidak perlu harus konstan.[1]
B. Pandangan aliran Keynesians tentang uang
Berbeda dengan kaum monetarist, kaum Keynesians berpendapat bahwa money supply mempengaruhi GNP melalui jalur yang tidak langsung dan tidak meyakinkan, terutama karena anggapan bahwa velocity tidak stabil baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dijelaskan oleh Keynesians dengan tiga cara yaitu :
1. Katakanlah bank sentral meningkatkan money supply melalui open market operations (membeli surat berharga pemerintah).
2. Perubahan money supply itu tidak akan mempengaruhi GNP apabila pasa saat yang sama terjadi perubahan permintaan akan uang. Disini Keynesians menggunakan fungsi money demand yang tergantung pada tingkat bunga.perubahan bunga akan mempengaruhi permintaan investasi dan income.
3. Dalam dunia Keynesians masyarakat akan membelanjakan kelebihan uang kas itu untuk assets finansiil : harga-harga surat berharga itu akan naik, dan tingkat bunga menurun.
Itulah sebabnya Keynesians menggambarkan hubungan antara uang dan tingkat bunga. Sedangkan monetarist menggambarkan hubungan antara uang dan income. Keynesians sangat menekankan motif spekulasi dalam memegang uang, sedang monetarist lebih menekankan motif transaksi.
Jadi kesimpulan pandangan utama Keynesians ialah : perubahan money supply hanya dapat mempengaruhi aggregate spending dan GNP, apabila pertama-tama tingkat bungan berubah, dan kemudian hanya jika business spending atau consumers spending sensitive terhadap perubahan tingkat bunga itu.
Menurut monetarist sumber kestabilan perekonomian adalah tingkat harga. Sedangkan menurut Keynesians, money supply riil yang lebih besar ini akan menurukan tingkat bunga, dan investment spending selanjutnya masih aka tetap naik.[2]
C. Pandangan ekonom Ausria tentang uang
Para ekonom Austria berpendapat bahwa dengan menggunakan fiat money pemerintah dengan bebas akan dapat mencetak uang tanpa mempertimbangkan kebutuhan dari transaksi di sector riil.
Cara mengatasi seignorage dan penciptaan kredit oleh perbankan, menurut ekonom Austria adalah dengan cara menggunakan kombinasi antara 100% reserve dan standar emas. Keuntungan yang diterapkan dari 100% reserve gold standar menurut ekonom Austria adalah akan membatasi keleluasaan pemerintah untuk menerapkan anggaran defisi. Karena dengan system ini, pemerintah mau tidak mau harus melakukan anggaran berimbang.[3]
D. Pemikiran masudul alam choudury tentang uang
Choudury melakukan analisis ekonomi moneternya berdasarkan teori endogenous money ia berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan stabil ketika di tunjang oleh system 100% reserve.[4]
E. Pemikiran Umer Chapra tentang uang.
Menurut chapra, terdapat tiga sumber pengembangan moneter dalam rangka menjamin pertumbuhan moneter yang cukup dan tidak berlebihan. Dua diantaranya bersifat domestic yaitu pembiayaan deficit Negara dengan menjamin dari bank sentral dan pengembangan deposit dengan cara menciptakan bank-bank kredit komersial. Dan ketiga bersifat eksternal berupa moneterisasi balance of payment surpus.
Dengan menggunakan formula dasar Keynes, permintaan akan uang versi chapra adalah sebagai berikut :
Md = f (Y,S,Π), dimana
Y = Barang dan jasa yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan. Dan investasi produktif yang selaras dengan nilai islam
S = nilai-nilai moral dan social (termasuk zakat) yang nantinya akan berpengaruh terhadap proses alokasi dan distribusi sumber daya. Ini akan berpengaruh terhadap Md yang tidak dipergunakan untuk spicuous consumption.
Π = rate of profit. Suku bungan tidak diperkenankan dalam proses financial intermediation.
Dalam rangka mencapai stabilitas, chapra mengusulkan beberapa instrument kebijakan moneter berikut ini:
1. Target pertumbuhan pada M dan M0
2. Public share of demand deposit
3. Statutory reserve requirement
4. Credit ceiling.[5]
F. Upaya Stabilisasi Mata uang Emas (Dinar) dalam Konsep Ekonomi
1. Kestabilan Dinar (Emas) menurut Quantity Theory of Money
Dalam perekonomian yang islami, permintaan akan uang dipengaruhi oleh agregate output (Y) dan rate of return on investment (r). Sehingga bisa kita formulasikan sebagai berikut:
Md/P = l(r,Y), di mana lr < 0 dan lY > 0…………………………….(2.1)
M merupakan money stock dan P adalah tingkat harga. Persamaan di atas mirip dengan liquidity preference function dalam teori ekonomi konvensional. Namun, penggantian komponen i (interest rate) dengan r (rate of return) mempunyai implikasi yang luas. Salah satunya adalah bahwa dalam fungsi di atas , uang tidak bersubstitusi dengan interest bond dan derivatives.
Money supply dapat diformulasikan sebagai berikut:
Ms = mH ………………………………………………….(2.2)
m adalah money multiplier dan H adalah high powered money (base money). Sehingga persamaan money multiplier sebagai berikut:
M = [I + C/D]/[Rr + Re + C/D]………………………………..(2.3)
Rr dan Re adalah required reserve ratio dan excess reserve, yang masing-masing merupakan persentase dari deposits (D). Sedangkan C, representasi dari currency dalam peredaran.
High powered money diambil dari neraca Bank Sentral yang jumlahnya sama dengan volume kredit domestik dan international reserve.
H = L + F………………………………………………..(2.4)
Perlu dicatat bahwa uang dalam perekonomian dapat dipengaruhi oleh Bank Sentral melalui H dan sistem perbankan melalui m.
Sisi aset Bank Sentral dalam perekonomian yang islami berbeda dengan Bank Sentral konvensional, karena tidak mengandung interest bearing bonds. Namun diganti dengan aset finansial yang di back up oleh transaksi riil, yakni Q. Di samping itu, selain mencakup international reserve (F) juga berstandarkan emas (G) sehingga high powered money dalam perekonomian islami adalah:
H = Q + F + G …………………………………….(2.5)
maka money supply dalam perekonomian islami dapat diformulasikan sebagai berikut:
Ms = m (Q +F + G)………………………………..(2.6)
Dari persamaan money supply di atas, dapat dilihat bahwa Bank Sentral dapat menaikan besaran money supply dengan cara meningkatkan salah satu dari ketiga komponen yang ada dalam persamaan tersebut. Namun, kemampuan perbankan untuk menyalurkan kredit domestik sangatlah terbatas, tidak demikian halnya dengan sistem fiat money. Hal ini dikarenakan di samping adanya keterbatasan dalam komponen G, Bank Sentral tidak dapat menyalurkan uang transaksi riil di masyarakat
Selanjutnya, untuk menentukan tingkat kestabilan nilai tukar, kita akan menggunakan pendekatan purchasing power parity (PPP). Dengan paradigma PPP, nilai tukar suatu negara ditentukan oleh rasio antara tingkat harga dalam negeri dan luar negeri.
E = P/P*……………………………………(2.7)
E adalah exchange rate (nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri), P harga dalam negeri dan P* harga luar negeri. Kemudian kita akan menggunakan paradigma perfect capital mobility untuk mendeskripsikan kondisi interest parity, sebagai berikut:
i = i* + e……………………………………..(2.8a)
di mana i tingkat bunga dalam negeri, i* tingkat bunga luar negeri, dan e tingkat ekspektasi depresiasi atas mata uang domestik. Perlu dicatat di sini, bahwa rate of return dari foreign asset merupakan penambahan i* dan e. Dalam perekonomian islami, kondisi return parity-nya adalah:
r = r* + e……………………………………………(2.8b)
Mensubtitusikan persamaan (2.7) dan (2.8b) ke dalam persamaan (2.1), kita akan mendapatkan fungsi permintaan uang dalam perekonmian islami di bawah ini:
M/EP* = l(r* + e,Y), lr*+e <0 dan ly > 0……………………………………(2.9)
Maka keseimbangan pasar uang (persamaan 2.9 dan 2.6) adalah:
(Q + F + G) m/EP* = l(r* + e,Y)……………………………………(2.10)
Sehingga :
E = (Q + F + G)m/P* l(r* + e,Y)……………………………………(2.11)
Dengan pendekatan monetarist model maka persamaan keseimbangan nilai tukar dalam standar emas (dinar) bisa kita amati dalam persamaan (2.11). Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa nilai tukar dalam standar emas (dinar) relatif stabil dibandingkan sistem fiat money. Ada beberapa keuntungan lainnya, di antaranya adalah: pertama, penawaran uang tidak bisa dinaikkan semaunya sendiri oleh otoritas moneter karena akan sangat dibatasi oleh cadangan devisa dan cadangan emasnya, hal ini berpengaruh pada terjaganya kestabilan nilai tukar yang ujungnya adalah terjaganya nilai uang itu sendiri. Kedua, uang yang beredar di masyarakat akan terserap oleh sektor riil sehingga akan membawa keseimbangan antara sektor moneter (finansial) dan sektor riil (ΔQ > 0). Ketiga, kalaupun terjadi apresiasi atau depresiasi nilai tukar tetapi fenomena tersebut seiring dengan pertumbuhan output akibat volume transaksi di sektor riil.[6]
2.Kestabilan Dinar menurut Pandangan Tokoh Penggagas Kembalinya Dinar
Menurut kelompok ini, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang Dinar dan Dirham akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai intrinsiknya (nilai itu sebagai barang, yaitu emas dan perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun misalnya Dolar AS naik nilainya, mata uang Dinar akan mengikuti senilai Dolar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1 Dinar. Depresiasi sekalipun semua faktor ekonomi dan nonekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi.
Dalam pandangan kelompok ini, dengan menggunakan Dinar, akan terhindar dari inflasi. Penurunan nilai Dinar atau Dirham menurut Abdul Razzaq Lubis, memang masih akan mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal Dinar itu mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Di antaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tetapi keadaan ini kecil kemungkinannya, karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi di samping memakan investasi yang besar, juga waktu yang lama. Tetapi andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan disimpan menjadi cadangan devisa negara, dan tidak langsung dilempar ke pasaran. Dengan demikian pengaruh penurunan nilai emas di pasaran bisa ditekan seminimal mungkin. Di sinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh negara.[7]
No comments:
Post a Comment