PENDAHULUAN
Bank pada hakikatnya adalah lembaga intermediasi
antara penabung dan investor. Tabungan hanya akan berguna apabila
diinvestasikan, sedangan para penabung tidak dapat diharapkan untuk sanggup
melakukannya sendiri dengan terampil dan sukses. Nasabah mau menyimpan dananya
di bank karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternative investasi yang
menarik.
Proses pemilihhan investasi itu harus dilakukan dengan seksama karena kesalahan
dalam apemilihan investasi dakan membawa akibat bank tidak bisa memenuhi
kewajibannya kepada para nasabah. Pada umumnya, bank menkoordinasikan fungsi
tersebut melalui apa yang disebut dengan asset-liability management committee
atau disingkat ALCO.
Tugas utama manajemen aset/liabilitas adalah memaksimalkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Potensi risiko yang dihadapi oleh bank konvensional juga dihadapi oleh bank syariah, kecuali risiko tingkat bunga, karena prinsip profit and loss sharing yang menjadi sistem operasionalnya.
Fokus management asset dan liabilitas adalah
mengkoordinasikan portofoliio asset-liabilitas bank dalam rangka memaksimalkan
profit bagi bank dan hasil yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam
jangka panjang dengan memperhatikan kebutuhan liquiditas dan kehati-hatian.
Prastimoyo (1997) mengatakan bahwa focus atau tujuan manajemen asset dan
liabilitas adalah mengoptimalkan pendapatan dan menjaga agar resiko tidak
melampaui batas yang dapat ditolerir, disamping juga memaksimalkan harga pasar
dari ekuitas perusahaan, sedang menurut Bambang (2000), manajemen asset dan
liabilitas mempunyai fungsi dan kenijakan dalam menjalankan strategi penentuan
harga, baik dalam bidang lending maupun funding, secara umum, tanggung jawab
ALCO adalah mengelola posisi dan alokasi dana-dana bank agar tersedia
likuiditas yang cukup, memaksimalkan profit dan meminimalkan resiko.
Disisi yang lain perbankan syariah memiliki karakteristik yang berbada dengan
bank konvensional yakni tidak mengenal bunga melainkan bagi hasil selain itu
ada beberapa kegiatan bisnis yang hanya ada pada perbankan syariah seperti
perdagangan dan gadai sehingga hal tersebut membawa dampak teknis yang luas
pada aktifitas perbankan salah satunya adalah pengelolaan asset-liabilit.
Sehingga makalah ini akan menguraikan bagaimana kebijakan ALM diterapkan pada
perbankan syariah.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MANAJEMEN ASSET DAN LIABILITAS (ALMA)
Asset / Liability Management adalah serangkaian tindakan dan prosedur yang dirancang untuk mengontrol posisi keuangan. Isu-isu keamanan dan kesehatan merupakan bagian penting dari definisi ini. Namun, Koperasi Kredit mengakui perlunya pendapatan yang konsisten untuk membantu pertumbuhan dan pelayanan, seimbang dengan faktor lain. Dengan demikian tujuan dari ALMA adalah untuk menjaga kesehatan bank yang dapat diukur dengan CAMEL serta melakukan antisipasi terhadap perubahan eksternal yang berkaitan dengan inflasi dan tingkat suku bunga serta perubahan atas nilai tukar mata uang (M Ali 2004) selain itu ALMA dimaksudkan agar bank memperoleh net income yang optimal bagi bank dengan pengendalian yang tepat atas aktiva dan passive bank diharapkan bank dapat memperoleh pendapatan dari kegiatannya tersebut.
Dalam mempelajari ALMA terdapat beberapa kategori risiko, yaitu sebagai berikut:
a. Resiko dibidang kredit.
b. Resiko di bidang Liquiditas ( bank tidak dapat membayar kewajiban pada waktunya atau hanya dapat membayar dengan melakukan pinjaman darurat atau menjual aktiva.
c. Resiko tingkat suku bunga ( Resiko akibat perubahan suku bunga)
d. Resio nilai valuta asing ( kerugian akibatperubahan kurs)
e. Resiko di bidang kontijen (resiko akibat transaksi kontijen
Agar resiko-resiko diatas dapat diminimalkan, diperlukan kerangka proses ALMA yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memaksimumkan keuntungan sekaligus membatasi resiko aset dan liabilitas dengan mematuhi ketentuan kebijakan moneter dan pengawasan bank. ALMA yang kuat akan memberikan landasan yang jelas meliputi strategi manajemen, penunjang dan pelaksanaan pengembangan bank. Oleh karena itu perlu dibentuk semacam kerangka ALMA dengan urutan sebagai berikut :
a. Adanya penetapan kebijakan dan strategi ALMA oleh organisasi yang memiliki kewenangan formal dan dan personel yang profesional.
b. Adanya tujuan/arah bagi manajemen dan petugas pelaksanan dalam proses pelaksanaan tugas dengan cara menetapkan standar-standar tertentu.
c. Adanya pengumpulan data internal/eksternal yang menjamin bahwadata yang terkumpultersebut sudah cukup menunjang untuk keputusan ALMA baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang.
d. Adanya analisis yang mengembangkan skenario untuk menguji berbagai alternatif strategiALMA sebelum keputusan diambil serta petugas memantau efektifitas pelaksanaan tersebut
e. Adanya manajemen likuditas yang ampu mengelola dana dengan baik pada suatu tingkat bungayang wajar, agar dapat memenuhi setiap kewajiban dan memanfaatkan kesempatan baru.
f. Adanya manajemen gap yang bertujuan untuk memaksimalkan pedapatan dan memperkecilresiko, yang dihubungkan dengan besarnya gap/mistmatch
g. Adanya manajemen valuta asing yang mengelola besarnya gap tiap-tiap mata uang dan antarmata uang yang tercantum dalam pembukuan bank untuk menghasilkan keuntungan maksimum dalam batas-batas risiko tertentu.
Adanya manajemen pricing yang menjamin bahwa strategi penetapan tingkat bunga dapat menunjang proses pelaksanaan manajemen gap, likuiditas dan manajemen valuta asing. Kemudian untuk melaksanakan ALMA framework diatas, perlu dibentuk organisasi ALMA pada suatu bank. Organisasi ALMA bank pada umumnya terdiri dari Asset Liability Committe (ALCO) atau unit organisasi lainnya yang mempunyai hak formal yang sama dengan ALCO dan ALCO Support Group (ASG).
Dalam organisasi tersebut ditetapkan tanggung jawab ALCO, yaitu menetapkan tujuan, membuat keputusan ALMA, mementau kegiatan dan menelaah hasil kebjakan ALMA. Sedangkan tanggung jawab ASG adalah mengumpulkan data internal dan eksternal, emnyusun analisis, mengembangkan strategi dan scenario, membuat laporan, mengajukan saran-saran untuk rapat ALCO dan memantau pelaksanaannya. Proses pembuatan kebijakan ALMA dilakukan olh direksi bank. Kebijakan yang dimaksud antara lain berupa penetapan limit dan target setiap bidang, rasio-rasio strategi pendanaan dan penenaman dana,struktur neraca, kebijakan harga, kebutuhan modal, dll.
B.
FUNGSI MANAJEMEN ASSET DAN LIABILITAS (ALMA)
Untuk lebih memudahkan dan memahami bidang tugas ALMA, dalam pembahasan berikut
akan dijelaskan fungsi-fungsi utama yang terdapat dalam ALMA yaitu :
1.
Manajemen Likuiditas
Manajemen likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana
yang cukup untuk memenuhi semua kewajiban-kewajiban maupun komitmen yang telah
dikeluarkan kepada nasabahnya setiap saat. Pengelolaan likuiditas tersebut
dilakukan untuk memenuhI pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut:
a. Kemampuan untuk memprediksi kebutuhan dana di masa yang
akan datang.
b. Mencari sumber dana untukmencukupi jumlah yang dibutuhkan.
c. Melakukan penatausahaan untuk arus dana yang masuk dan
keluar.
Selanjutnya dalam pengelolaan likuiditas bank ada beberapa risiko yang mungkin timbul antara lain sebagai berikut :
1) Risiko pendanaan (funding risk)
Risiko ini timbul apabila bank tidak cukup dana untuk memenuhi kewajibannya.
2)
Risiko bunga (interest risk)
Adanya berbagai variasi tingkat suku bunga dalam aset maupun liabilities dapat
menimbulkan ketidakpastian tingkat keuntungan yang akan diperoleh.
Beberapa Alat Ukur Likuiditas Bank
Dalam konsep ALMA pengukura likuiditas bank dilakukan baik untuk jangka pendek
maupun jangka panjang. Untuk pengukuran jangka pendek, antara lain dipergunakan
:
a.
Statutory Reserve Requirement, yang dikenal sebagai
giro wajib minimum (GWM) yakni,
Saldo Giro pada BI > 5%
Kewajiban kepada pihak ketiga pada periode dua minggu sebelumnya
Untuk memenuhi GWM diperlukan dana minimal sebesar 5% dari dana pihak ketiga,
sedangkan besarnya kas fisik yang diperlukan untuk operasional sehari-hari
diserahkan kepada kebijakan masing-masing bank dan hal ini tergantung kepada
besarnya kas yang benar-benar dibutuhkan oleh bank. Dengan demikian primary
reserve bank akan selalu ada diatas 5% dari dana pihak ketiga, yaitu dalam
bentuk GWM sebesar 5% ditambah dengan kas fisik yang ada di brankas
masing-masing cabang.
b.
Basic Surplus yakni pengukuran besarnya likuiditas pada
suatu keadaan tertentu yang diukur dengan rumus :
BASIC SURPLUS = AKTIVA LANCAR – PASIVA LANCAR
Klasifikasi angka basic surplus
a) Positif : Penempatan jangka dana pendek didukung dengan sumber dana jangka panjang
b) Negatif : Penempatan dana jangka panjang didukung dengan sumber dana jangka pendek
c) Nol : Penempatan dana jangka pendek didukung dengan sumber dana jangka pendek
Selanjutnya untuk mengukur likuiditas jangka panjang (longer term liquidity) dapat dipergunakan alat ukur antara lain :
a)
Rasio Likuiditas
Liquidity Ratio = New purchased funds
required
Total funding requirement
Alat ini dipergunakan untuk mengukur proyeksi
kebutuhan likuiditas bank setelah memperhitungkan usaha yang diinginkan dalam
periode tertentu. New purchased funds required yakni proyeksi perubahan aktiva
dikurangi dengan proyeksi perubahan pasiva pada neraca bank. Sedangkan total
funding requirement, adalah jumlah dana (pasiva) yang dibutuhkan pada tanggal
tertentu di masa yang akan datang untuk membiayai aset.
b)
Indeks Likuiditas
Liquidity Index = Total weighted
liabilities
Total weighted assets
Alat ini dipergunakan untuk mengukur keadaan likuiditas dengan jangka waktu
yang lebih panjang pada suatu saat tertentu. Sebelum melakukan perhitungan,
kmponen aktiva maupun pasiva neraca dklasifikasikan seperti halnya dalam
perhitungan basic plus. Perbedaanya pada setiap golongan waktu diberikan bobot
dengan bobot yang semakin besar untuk jangka waktu penggolongan yang semakin
panjang.
c)
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Perbandingan jumlah pinjaman yang diberikan dengan simpanan masyarakat., yang
dirumuskan sebagai berikut :
LDR = Pinjaman yang diberikan
Dana Masyarakat
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tingkat likuitas bank dianggap sehat
apabila LDR-nya antara 85%-110%.
Strategi Manajemen Likuiditas
Strategi manajemen likuiditas akan sangat terkait dengan tujuan penggunaan
likuiditas. Namun dalam menerpkan strategi manajemen yang akan diambil sangat
tergantung kepada skill manager likuiditas yang ada, keandalan dari management
information system yang dimiliki serta perlu dipertimbangkan kondisi likuiditas
pasar dan kebutuhan likuiditas baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Manajemen Gap (Mismatch)
Manajemen Gap adalah
upaya-upaya untuk mengelola dan mengendalikan kesenjangan (gap) antara aset dan
liabilities pada suatu periode yang sama, meliputi kesenjangan dalam hal jumlah
dana, suku bunga, saat jatuh tempo atau perpaduan antara ketiganya. Atau dengan
kata lain manajemen gap adalah upaya untuk mengatasi perbedaan (mismatch)
antara aset yang sensitif terhadap bunga (Rate Sensitive Assets/RSA) dan pasiva
yang sensitif terhadp bunga (Rate Sensitive Liabilities/RSL). RSA adalah aktiva
berbunga yang bunganya dapat berubah setiap saat, contoh surat-surat berharga
sedangkan RSL adalah pasiva berbunga yang bunganya dapat berubah setiap saat,
misalnya deposito berjangka, dana yang bunganya dikaitkan dengan SIBOR/LIBOR
Secara singkat gap dirumuskan (Koch & McDonald, 2000:36)
GAP = RSA – RSL
Posisi gap dapat positif, negatif atau nol.
Dalam neraca bank hampir selalu terjadi ketidakseimbangan antara sumber dana di sisi liabilities dengan penggunaan dana disisi aset. Sehingga perlu dilakukan strategi manajemen di bidang pendanaan maupun penempatannya (investment). Untuk merealisir strategi tersebut dengan sebaik-baiknya harus dilakukan dengan mengubah tingkat suku bunga, baik suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman.
Oleh karena itu, manajemen gap bertujuan untuk :
a. Menghindari kerugian akibat dari gejolak tingkat bunga.
b. Mengusahakan pendapatan yang maksimal dalam batas risiko tertentu.
c. Menunjang kebutuhan manajemen likuiditas.
d. Mengelola risiko serendah mungkin.
e. Menyusun struktur neraca yang dapat meningkatkan kinerja dengan tingkat suku bunga yang wajar.
Pengukuran Gap
Pengukuran besarnya gap
antara sisi aktiva dengan sisi pasiva diukur dengan menggunakan “Interest
Maturity Ladder”, yaitu berupa suatu tabel yang disusun dari aset dan
liabilities yang dikelompokkan menurut periode peninjauan bunganya. Besarnya
gap akan menentukan besarnya potensi keuntungan atau kerugian yang akan timbul
dari perubahan tingkat bunga tersebut. Besarnya gap dapat berubah membesar atau
mengecil karena transaksi-transaksi yang dilakukan.
Strategi Manajemen Gap
Perubahan suku bunga akan menimbulkan dampak yang tidak sedikit terhadap struktur neraca maupun kinerja bank. Oleh karena itu timbul upaya-upaya untuk mengelola Interest rate Management, yaitu suatu kegiatan untuk menata interest rate secara simultan atau bersamaan antara sisi asset maupun sisi liabilities sehingga dapat diperkecil dampak negatif perubahan suku bunga terhadap target pencapaian pendapatan bersih yang stabil dan berkembang.\
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penataan manajemen gap, yaitu :
a. Jangka Waktu
b. Repricing
c. Interest Rate
d. Acceleration of Change
Untuk memudahkan penataan
interset rate sering digunakan cara pengeompokkan dan membandingkan
sensitivitas masing-masing aset dan liabilities terhadap interest rate, sebagai
berikut :
a. Aset dan Liabilities yang sensitif
b. Aset dan Liabilities yang tidak sensitif
Selanjutnya tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki struktur neraca
maupun kinerjanya adalah sebagai berikut :
a. Menata kembali komponen-komponen asset dan liabilities
yang sensitif terhadap suku bunga.
b. Melakukan analisis risiko gap.
c. Kebijakan besarnya limit gap.
Dalam pelaksanaan pengambilan kebijakan oleh manajemen bank apakah akan
mengambil posisi gap positif atau gap negatif tergantung pada tiga hal, yaitu :
a. Prakiraan arah perkembangan tingkat bunga.
b. Tingkat keyakinan manajemen terhadap prakiraan tersebut.
c. Keberanian bank untuk mengambil risiko jika tindakan yang
diambil keliru.
Agar strategi gap pada suatu bank dapat efektif harus didukung oleh kibijakan
pricing yang yang sesuai dan adanya infrastruktur yang dapat memberikan data
RSA dan RSL dengan cepat dan kontinyu untuk keperluan analisis.
Pengaruh Strategi Gap terhadap Pendapatan
Besarnya gap akan menentukan besarnya potensi keuntungan atau kerugian karena
perubahan tingkat bunga. Oleh karena itu, dalam menentukan strategi gap
senantiaa dipertimbangkan risiko yang akan dihadapi yakni dengan menetapkan
target/limit risiko sampai pada tingkat tertentu yang dapat diterima.
3. Manajemen Valuta Asing
Manajemen valuta asing adalah suatu kegiatan membeli atau menjual mata uang
suatu Negara. Kegiatan jual beli valuta asing membentuk suatu pasar yang
disebut dengan pasar valas. Pasar valas dapat dikatakan sebagai transaksi jual
beli melalui jaringan komunikasi antara bank-bank, brokers atau deler di
seluruh dunia yang dilakukan di ruangan masing-masing bank yang telah
dilengkapi dengan jaringan komunikasi. Manajemen valas ditujukan untuk
membatasi posisi eksposur masing-masing mata uang asing (foreign currency)
serta memonitor kegiatan jual beli valas supaya posisinya terkendali. Secara
garis besar tindakan manajemen valas dapat berupa :
a. Pengendalian kesejahteraan mata uang asing, yang meliputi
rekayasa portofolio masing masing mata uang,dll.
b. Pengendalian keuntungan netto dari nilai tukar, yang
meliputi penetapan break even exchange rate, dll
Tujuan Kegiatan Valas
Valas dapat diperjualbelikan oleh perorangan, perusahaan maupun bank-bank untuk
membiaya impor atau menukarkan valas hasil ekspor ke mata uang lain. Alasan
bank terjun ke transaksi valas dengan tiga alasan :
a. Untuk member service kepada nasabah
b. Untuk kepentingan bank sendiri
c. Untuk memperoleh keuntungan (spekulasi)
Dalam kegiatan valas dikenal dua golongan transaksi, yakni transaksi komersial
dan transaksi spekulatif. Transaksi komersial terjadi bila transaksi tersebut dilakukan
untuk keperluan perusahaan atau nasabah, bukan untuk bank. Sedang untuk
transaksi spekulatif adalah dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan bagi
bank yang bersangkutan dari fluktuasi nilai tukar mata uang.
Ada dua tujuan pokok dalam pengelolaan valas yaitu:
a. Mengelola jumlah dan risiko valas keseluruhan terkait
dengan kesenjangan pada mata uang asing
b. Memaksimalkan pendapatan valas bank dengn bats-batas
risiko yang dapat diterima.
Adanya risiko pada transaksi valas menyebabkan perlunya ditetapkan serangkaian
parameter dan limit. Dalam menempatkan limit tersebut, manajemen valas harus
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:Komposisi suatu mata uang yang
dipelihara bank bergantung dari kuat atau lemahnya suatu mata uang.
a. Ketentuan posisi devisa neto yang ditetapkan Bank
Indonesia.
b. Tujuan penetapan besarnya limit harus terpadu dengan
tujuan manjemen likuditas dan gap.
c. Besarnya limit untuk masing-masing dealer dikaitkan dengan
tingkat kemahiran dan pengalaman..
d. Secar periodic ditetapkan limit masing-masing valas untuk
intraday, overnight dan week end.
e. Limit cut loss yang mencakup seluruh posisi jual beli,
yaitu limit yang mensyaratkan posisi tertentu yang harus dilikuidasi/dieksekusi
bila kerugian telah melampaui jumlah yang ditetapkan.
f. Pendelegasian wewenang tertentu kepada chief dealer dan
dealer lainnya untuk melakukan kegiatan dalam sublimit yang diberikan.
g. Penetapan credit lines bagi seluruh “dealing
counterparties”
4. Manajemen Pricing
Manajemen princing adalah suatu kegiatan manajemen untuk menentukan tingkat
suku bunga dari produk-produk yang ditawarkan bank, abik disisi aset maupun
liabilities. Tujuan utama dari manejemen princing tersebut adalah untuk
mendukung strategi dan taktis ALMA bank dalam mencapai tujuan-tujuan
operasional lainnya dan mencapai tujuan penghasilan bank. Penetapan tingkat
suku bunga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokan
sebagai berikut:
a. Kelompok pinjaman, faktor-faktor tersebut adalah cost of
funds, premi risiko, biaya pelayanan.
b. Kelompok simpanan, yang mempertimbangkan adalah cost of
funds, biaya pelayanan, termasuk biaya overhead dan personel, marjin
keuntungan, struktur target maturity, pricing yield curve simpanan berjangka dan
cadangan wajib minimum likuiditas.
Penetapan Suku Bunga Pinjaman
Pada dasarnya pricing pinjaman harus ditetapkan minimal dapat menutupi semua
biaya yang berkaitan dengan pinjaman sehingga diperoleh pengembalian yang
memadai. Tingkat suku bunga tersebut ditetapkan atas dasar metode pricing yang
rasional dengan mempunyai 5 komponen utama, yaitu:
a. Cost of funds, seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan dana tersebut.
b. Premi risiko industri yang bervariasi menurut jenis
industri, mencerminkan risiko dari suatu industri tertentu, berubah bila
kondisi industri itu berubah, dan didasarkan pada latar belakang kolektibilitas
serta prakiraan sekarang tentang prospek industri..
c. Premi risiko perusahaan/debituryang mencerminkan risiko
berkaitan dengan debitur-debitur tertentu, merupakan antisipasi terhadap
penghapusan pinaman, menutupi biaya pinjaman non lancer da kemungkinan
dipengaruhi oleh struktur pinjaman.
d. Biaya pelayanan termasuk biaya personel dan biaya
overhead.
e. Marjin keuntungan yang disesuaikan dengan risiko kredit
yang kemungkinan timbul dan disesuaikan dengan situasi persaingan atau untuk
mencapai tujuan-tujuan strategis.
Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang pricing pinjaman dapat dikatakan
sebagai harga jual pinjaman yang sudah mencakup seluruh biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh bank termasuk untuk menutup risiko serta memberikan suatu
tingkat keuntungan tertentu. Lending rate ( LR ) dirumuskan sebagai berikut:
LR=COM+RISK COST+SPREAD
1) Com (Cost Of Money) merupakan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan produk pinjaman yang terdiri dari biaya seluruh
dana yang dapat dipinjamkan dan biaya overhead
a. Cost Of Loanable Fund (COLF) adalah seluruh biaya dana
yang dikeluarkan untuk mendpatkan dana termasuk cadangan yang diperlukan.
b. Cost Of Fund (COF), terdiri dari biaya-biaya sebagai
berikut:
a) Biaya bunga dana, yaitu seluruh biaya dan yang dibayarkan
kepada nasabah simpanan baik dalam bentuk giro, deposito dan tabungan.
b) Biaya promosi dana, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam rangka memperlancar pengerahan dana.
c. Overhead Cost (OHC) adalah biaya-biaya diluar biaya dan yang dipergunakan
untuk mendukungpengerahan dana tersebut.
2) Risiko Kredit ( Risk Cost ) merupakan biaya ditanggung
bank sebagai akibat kegagalan nasabah dalam melunasi kewajibannya.
3) Spread, merupakan bagian keuntungan yang ditargetkan oleh
bank. Target keuntungan yang ingin dicapai pada umunya dijabarkan dalam besaran
Return On Asset ( ROA).
Penetapan Suku Bunga Simpanan
Dalam hal ini terdapat 4 komponen utama yang menjadi biaya dari suatu simpanan,
yaitu
a. Suku bunga yang dibayar kepada deposan berkaitan dengan
simpananya atau suku bunga nominal.
b. Biaya cadangn wajib likuiditas.
c. Biaya pelayanan yang termasuk biaya personel dan
biaya”overhead”.
d. Marjin keuntungan termasuk target penghasilan dari sumber
dan di pasar.
C. APIKASI MANAJEMEN ASSET DAN LIABILITAS PADA BANK ISLAM
Sebagaimana bank konvensional, bank syariah juga merupakan lembaga intermediasi
antara penabung dan investor.pokok perbedaan antara bank syariah dan
konvensional terletak pada dominasi prisip berbagi hasil dan berbagi
risiko(profit and loss sharing) yang melandasi system operasionalnya. Hal ini
tercemin pada beberapa karakteristik berikut ini (Yustra Iwata Alsa 2004):
a. Bank syariah hanya menjamin pembayaran kembali nilai
nominal simpanan giro dan tabungan (seandainya mekanisme yang dipilih adalah
wadiah), tetapi tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito
(investment deposit atau mudharobah deposit). Bank syariah juga tidak menjamin
keuntungan atas deposito. Mekanisme pengaturan realisasi pembagian keuntungan
final atas deposito pada bank syariah bergantung pada performance dari bank,
tidak sebagaimana bank konvensional yang menjamin pembayaran keuntungan atas
deposito berdasar tingkat bunga tertentu dengan mengabaikan performancenya.
b. Sistem operasional bank syariah berdasarkan pada system
equity dimana setiap modal mengandung resiko. Oleh karena itu, hubungan
kerja sama antara bank syariah dan nasabahnya adalah berdasarkan prinsip bagi
hasil dan risiko
c. dalam melakukan kegiatan pembiayaan (financing), bank
syariah menggunakan model pembiayaan muamalah maaliah (Islamic modes of
financing): PLS dan non-PLS. sehubungan dengan itu, bank syariah melakukan
pooling dana-dana nasabah dan berkewajiban menyediakan manajemen investasi yang
professional (Antonio, 2001)
Adapun komponen kebijakan ALM perbankan syariah sama dengan komponen
kebijakan yang dilakukan oleh perbankan konvensional, perbedaanya adalah
pengambilan keuntungan dari perdagangan valas untuk memaksimalisasi laba
perbankan, serta pengamatan terhadap fluktuasi bunga. Karena keduanya dianggap
tidak sesuai dengan ketentuan syariah.
Likuiditas bank syariah bank syariah banyak begantung pada :
a) tingkat kelebihan (volatility) dari simpanan (deposito)
nasabah
b) kepercayaan pada dana-dana non-PLS
c) kompetensi teknis yang berhubungan dengan peraturan
stuktur liabilitas
d) ketersediaan asset yang siap di konversikan menjadi kas
e) akses kepada pasar antar bank dan sumber dana lainnya,
termasuk fasilitas lender of last resort dari bank sentral.
Tekhnik duration gap manajamen dapat di aplikasikan oleh bank isla,bukan dalam
rangka menghindari risiko tingkat bunga, melainkan untuk mengatur cash flow
atau menegndalikan likuiditasnya.Kualitas earning asset bank islam akan
bergantung pada beberapa hal berikut:
a) level, distribusi dan tingkat kesulitan dari asset yang di
klasifikasikan,
b) level dan komposisi dari berkurangnya nilai asset
c) kecukupan dari cadangan penilain kembali,; dan
d) bukti adanya kemampuan untuk mengadministrasikan dan
memperoleh kembali kredit bermasalah.
Asset /liability manajemen bank islam lebih banyak bertumpu pada kualitas asset
, dan hal itu akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan daya tariknya
kepada nasabah untuk menginvestasikan dananya melalui bank tersebut, yang
berarti meningkatkan kualitas pengelolaan liabilitasnya.kemampuan manajemen untuk
melaksanakan fungsinya sebagai profesioanl investment manajer akan sangat
menetukan kualitas asset yang di kelolanya.
D. Hubungan Manajemen Asset (ALMA) & LIABILITAS dengan Asset Liability Committe (ALCO)
Produksi dalam industri perbangkan adalah aktivitas bank yang tercermin
dalam neraca asset/liability sementara hasil produksi adalah laporan laba/rugi.
Hasil produksi yang optimal dapat dicapai jika para pejabat bank syariah
mampu mempersiapkan perencanaan dan pengaturan penghimpunan dan pengalokasian
dana. Oleh karena itu, perencanaan dan pengaturan dana akan berjalan baik harus
dilakukan oleh pihak atau badan ynag baik. Badan ini biasanya berbentuk ttim
atau panitia atau disebut commitee ataupun dewan khusus.
Dewan khusus atau tim yang mengelola manajemen dana atau lebih luas lagi pada
pengelolaan asset and liability of bank, disebut dengan Asset and Liability
Commitee Atau disingkat (ALCO ). Sesuai dengan namanya panitia atau tim ini
melakukan kegiatan rutin dan mengadakan pertemuan yang juga diatur secara
rutin, misalnya sebulan sekali atau sebulan dua kali. Keberhasilan proses
manajemen Asset liability ( ALMA ) tergantung pada koordinasi
serta partisipasi seluruhh bagian-bagian yang terliabat dalam komite untuk
menangani masalah-masalah yang menjadi tanggung jawabnya. Agar strategi ALMA
dapat efektif, maka beberapa kriteria berikut harus dipenuhi oleh tim atau
ALCO, yaitu :
a. Semua angggota ALCO harus terlibat dan mengerti bahwa
strategi ALMA adalah strategi menyeluruh dari asset dan liability.
b. Semua anggota ALCO harus terlibat dalam pencapaian
anggaran yang direncanakan.
c. Semua anggota ALCO harus berfokus kepada hasil mendatang
serta memberikan saran dan pendaapat pemecahan.
d. Semua anggota ALCO harus saling berhubungan dalam
kaitannya dalam pencapaian tujuan.
e. ALCO harus merupakan keterpaduan dari seluruh bagian
yang ada di bank. Semua bagian harus mempunyai sistem yang mampu memberikan
informasi yang tepat, terbaru dan tepat.
f. Semua anggota ALCO harus mempunyai semangat pembaharuan,
mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi serta mampu mengantisipasi
kemungkinan yang akan terjadi.
g. Semua anggota ALCO harus berpandangan luas dan saling
mendukung tanpa prasangka buruk.
ALMA (Asset Liability Management) dalam suatu bank syariah merupakan strategi
dan pembuatan kebbijakan. Dengan demikian, ALMA pada dasarnya adalah proses
perencanaan. Oleh karena itu, beberapa strategi penting yang terlibat dalam
Proses ALMA adalah :
1. Perencanaan
Hubungan ALMA dengan perencanaan karena :
a) Dalam proses pengambilann keputusan harus diketahui ke
arah mana tujuan yang diinginkan
b) Dalam proses pengambilan keputusan jangka panjang harus
diketahui akibatnya terhadap pencapaian keuntungan, termasuk keadaan likuiditas,
keadaan profit rate. Oleh kerena itu, perencanaan merupakan strategi ALMA.
2. Manajemen Dana
Manajemem dana merupakan salah satu pengelola strategi ALCO dimana apabila
perencanaan sebagai strategi dasar, maka manajemen dana sebagai pengelola
operasional maka harus dijaga kontinuitas penggunaann serta sumber dananya,
secara tepat, baik dari sisi jumlah, waktu maupun harganya.
3. Manajemen Kualitas Pembiayaan
Meskipun pengelola strategi operasional dari pinjaman adalah manajemen
pembiayaan namun pengambilan keputusan operasional harus dijaga perkembangan
serta kualitas pembiayaan sebagai penghasil utama aktivitas bank. Manajemen
kualitas pembiayaan digunakan untuk menjaga kualitas pembiayaan sesuai dengan
perencanaan. Dalam hal ini perlu adanya tim pengawas pembiayaan.
No comments:
Post a Comment