Tuesday, May 2, 2023

PEMERINTAH SEBAGAI INVESTOR BESAR

 

PEMERINTAH SEBAGAI

INVESTOR BESAR

 

 

 

A.    Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan bagaimana pemerintah berperan sebagai pembeli besar sebagai salah satu praktik dari kebijakan fiskal dari sisi pengeluaran. Pada pemerintahan pada zaman Rasulullah SAW dan Khulafa ar- Rasyidin, Baitul Mal mempunyai peranan besar dalam perekonomian dan layanan publik.

Analisis pengeluaran Baitul Mal memperlihatkan bagaimana sektor layanan publik memegang peran aktif dalam ekonomi pada masa awal pemerintahan Islam. Aktifitas ini meliputi penyebaran islam, perbaikan pendidikan dan moral, bahkan memasukkan dan mensosialisasikan berbagai teknik baru.

 

B.     Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Infrastruktur

 

Pertumbuhan ekonomi membutuhkan lingkungan politis yang dapat menciptakan insentif untuk investasi, sistem hukum yang melindungi hak-hak milik dan perlindungan masyarakat umum terhadap korupsi, penyuapan, pencurian dan pengambilan alih hasil-hasil dari investasi mereka.Bahkan dalam lingkungan yang kondusif atau tidak ada kejahatan pun keputusan politis dapat memengaruhi insentif untuk berinvestasi dan produktivitas dari investasi-investasi tersebut, termasuk peraturan-peraturan seperti pada perdagangan surat-surat berharga, perlindungan terhadap pemikiran melalui hak-hak paten dan pada masalah-masalah ketenagakerjaan.Pertumbuhan juga membutuhkan investasi dalam infrastruktur.

Infrastruktur adalah seluruh jenis modal yang bukan dimiliki oleh perusahaan bisnis perorangan yang membuat produksi perusahaan menjadi lebih efisien. Jalan raya atau tol bisa membuat kendaran pengangkut menjadi lebih meningkat produktivitasnya dalam hal mengangkut keluaran (output) perusahaan dengan jumlah kendaraan yang sama, bandara dengan jalur yang banyak bisa membuat perusahaan maskapai penerbangan mengurangi keterlambatan, jalur kereta yang cepat menyediakan pilihan transportasi yang lebih baik daripada maskapai penerbangan  untuk jarak kurang dari 250 km, pelabuhan-pelabuhan dengan dermaga yang banyak membantu perusahaan pengiriman menghindari waktu tunggu. Jaringan telepon yang bekerja dengan baik membantu masyarakat berkomunikasi dengan mudah tanpa terganggu.Jaringan listrik yang menyediakan kapasitas listrik yang banyak dapat menghindari ketidakefisienan yang disebabkan oleh pemadaman dan kebakaran.

Tiap-tiap Negara berbeda didalam banyak infrastruktur mereka yang dibiayai oleh pemerintah. Di Perancis, jalan raya atau tol, bandara, pelabuhan, jalur kereta, jaringan telepon dan listrik secara keseluruhan atau sebagian dimiliki oleh pemerintah. Di Amerika Serikat, jalan tol dimiliki oleh pemerintah, begitu juga dengan kebanyakan dari bandara, jaringan listrik dan telepon disediakan oleh perusahaan swasta yang diatur oleh pemerintah.

Bagaimanakah infrastruktur fisik dihubungkan dengan pertumbuhan?Dibeberapa Negara miskin, nilai dari sebuah investasi bisnis berkurang akibat jalan tol dan bandara yang buruk, tidak adanya jalur kereta, jaringan telepon yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk memasangnya, jaringan listrik yang kapasitasnya tidak mencukupi.Seperti juga halnya keputusan-keputusan politis, infrastruktur fisik penting untuk pertumbuhan dan jumlahnya dapat dipengaruhi oleh keutusan pemerintah.[1]

 

C.       Pengeluaran Agregat

 

            Pengeluaran agregat menunjukkan hubungan antara pengeluaran agregat yang direncanakan (aggregate planned expenditure) dan PDB riil.Pengeluaran agregat yang telah direncanakan adalah jumlah dari pengeluaran konsumsi yang telah direncanakan, investasi, belanja barang dan jasa pemerintah serta ekspor dikurangi impor.Sebagai contoh, pada tabel dibawah ini baris b pada saat PDB rill $2 triliun, pengeluaran konsumsi yang direncanakan $0.5 triliun, belanja barang dan jasa pemerintah yang direncanakan $0.55 triliun, ekspor dan impor yang direncanakan $1.2 triliun dan $0.5 triliun.Jadi, pada saat PDB riil $2 triliun, pengeluaran agregat yang telah direncanakan adalah $4 triliun ($2.25 + $0.5 + $0.55 + $1.2 + $0.5).Pengeluaran agregat yang telah direncanakan meningkat seiring dengan meningkatnya PDB riil.Hubungan ini digambarkan sebagai kurva AE (aggregate expenditure).Komponen-komponen dari pengeluaran agregat yang meningkat seiring dengan PDB riil adalah pengeluaran konsumsi dan impor. Komponen lain seperti investasi, belanja pemerintah dan ekspor tidak mengikuti perubahan PDB.[2]

 

 

Planned Expenditure

 

Real GDP

(Y)

Consumtion

Expenditure

(C)

Investment

(I)

Government

Purchases

(G)

Exports

(EX)

Imports

(IM)

Aggregate Planned Expenditure (AE=C+I+G+EX-IM)

 

(trillions dollar)

a

0

0.75

0.5

0.55

1.2

0

3

b

2

2.25

0.5

0.55

1.2

0.5

4

c

4

3.75

0.5

0.55

1.2

1

5

d

6

5.25

0.5

0.55

1.2

1.5

6

e

8

6.75

0.5

0.55

1.2

2

7

f

10

8.25

0.5

0.55

1.2

2.5

8

 



 


I

 

6

 

8

 

10

 

4

 

2

 
           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

D.      Kebijakan Fiskal dan Permintaan Agregat

 

     

Pada grafik dibawah (a) dan (b) ditunjukkan dampak dari peningkatan belanja pemerintah pada permintaan agregat. Kurva pengeluaran agregat ditunjukkan oleh kurva AE0 pada bagian (a) dan kurva permintaan agregat ditunjukkan oleh kurva AD0 pada bagian (b). tingkat harga berada pada nilai 130, PDB riil (real PDB) adalah $6 triliun dan perekonomian berada pada titik a pada kedua gambar. Sekarang, misalnya belanja pemerintah meningkat $0.5 triliun pada tingkat harga konstan dengan nilai 130, kurva pengeluaran agregat bergeser keatas menjadi AE1. Kurva ini memotong garis 450 (tiap-tiap titik pada garis ini pengeluaran agregat sama dengan PDB riil), pada keseimbangan pengeluaran dengan nilai $8 triliun di titik b. Nilai ini merupakan jumlah agregat dari barang dan jasa yang diinginkan pada tingkat harga 130, seperti ditunjukkan oleh titik b paa grafik tersebut. Titik b terletak disepanjang garis permintaan agregat baru (AD1). Permintaan agregat awal (AD0) telah bergeser ke permintaan agregat baru (AD1). Jarak pergeseran dari AD1ke AD2 ditentukan oleh efek beruntun (multiplier) dari belanja pemerintah. Semakin besar efek beruntun (multiplier) tersebut, semakin besar pergeseran pada kurva permintaan agregat.[3]

 

     

Grafik 14.2 Belanja Pemerintah dan Permintaan Agregat

 

E.    Keseimbangan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Tingkat Harga dalam Jangka Pendek

            Grafik dibawah (a) menggambarkan perekonomian, permintaan agregat adalah AD0dan kurva penawaran agregat jangka pendek adalah SAS. Keseimbangan berada pada titik a, dimana permintaan agregat dan kurva penawaran agregat jangka pendek berpotongan, tingkat harga adalah 130 dan PDB riil adalah $6 triliun.

            Peningkatan $0.5 triliun pada belanja pemerintah menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dari AD0  dan AD1. Sementara tingkat harga mengalami kekakuan atau rigiditas (sticky) pada nilai 130, perekonomian bergerak menuju titik b dan PDB riil meningkat menuju $8 triliun, tetapi selama proses penyesuaian tingkat harga tidak konstan namun secara perlahan meningkat dan perkonomian bergerak sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek menuju titik potong dari kurva penawaran agregat jangka pendek dengan kurva permitaan agregat yang baru. Tingkat harga meningkat menjadi 146 dan PDB riil meningkat menjadi $7.6 triliun.

            Pada saat kita memasukkan dampak tingkat harga kedalam perhitungan, peningkatan pada belanja pemerintah tetap mempunyai dampak beruntun (multiplier) pada PDB riil, tetapi dampaknya lebih kecil dibandingkan dengan keadaan dimana tingkat harga konstan. Semakin curam kemiringan dari kurva penawaran jangka pendek, semakin besar peningkatan tingkat harga, semakin kecil peningkatan PDB riil dan semakin kecil efek beruntun (multiplier) dari belanja pemerintah.

            Dalam jangka panjang, PDB riil sama dengan PDB potensial, perekonomian berada pada keseimbangan kesempatan kerja penuh. Sewaktu PDB riil sama dengan PDB potensial, peningkatan pada permintaan agregat mempunyai dampak yang sama seperti yang telah dibicarakan, tetapi pengaruh jangka panjangnya berbeda.[4]

 

 

 

F.    Ekspansi Fiskal dan PDB Potensial

 

            Misalnya PDB riil sama dengan PDB potensial yang berarti bahwa pengangguran sama dengan tingkat alaminya. Misalnya juga tingkat pengangguran dan tingkat alaminya tinggi dan misalnya pemerintah salah memperkirakan bahwa pengangguran berada diatas tingkat alaminya dan mencoba untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan belanjanya.

            Grafik ini menunjukkan dampak dari kebijakan fiskal yang ekspansif pada saat PDB riil sama dengan PDB potensial. Dalam contoh ini, PDB potensial $6 triliun. Permintaan agregat menigkat (AD0 dan AD1), titik keseimbangan jangka pendek, titik c, adalah keseimbangan diatas kesempatan kerja penuh dengan penggunaan tenaga kerja secara penuh dan adanya kekurangan tenaga kerja, tingkat upah mulai meningkat. Tingkat upah yang lebih tinggi meningkatkan biaya dan mengurangi penawaran agregat jangka pendek. Kurva SAS mulai bergeser ke kiri (SAS0 dan SAS1). Perekonomian menggerakkan kurva permintaan agregat AD1menuju titik a’[5]

(a)    Dampak Jangka Pendek

 

(b)   Dampak Jangka Panjang

 

Grafik 14.3 Kebijakan Fiskal, PDB Rill dan Tingkat Harga

 

 

G.        Keterbatasan Kebijakan Fiskal

 

Dikarenakan efek beruntun (multiplier) dari kebijakan publik jangka pendek tidak nol (0), kebijakan fiskal ekspansif dapat digunakan untuk meningkatkan PDB riil dan mengurangi tingkat pengangguran pada saat resesi, kebijakan fiskal yang kontraksi dapat digunakan juga jika perekonomian sedang panas (overheating) untuk mengurangi PDB riil dan menjaga atau memantau inflasi, tetapi penggunaan kebiajakan fiscal dibatasi oleh dua hal.

Pertama, lambannya proses legislative yang berarti adalah sulit untuk mengambil tindakan kebijakan fiscal secara cepat, perekonomian mungkin dapat diuntungkan dengan rangsangan fiscal saat ini tetapi akan memakan waktu lama bagi amggota DPR untuk beraksi. Pada saat tindakan tersebut diambil, perekonomian mungkin membutuhkan kebijakan fiskal yang berbeda dari keadaan yang sebelumnya.

Kedua, tidak selalu mudah untuk mengatakan bahwa PDB riil dibawah atau diatas PDB potensial.Perubahan didalam permintaan agregat dapat menggerakkan PDB riil jauh dari PDB potensial atau perubahan pada penawaran agregat dapat mengubah PDB riil dan PDB potensial.Kesulitan ini merupakan suatu hal serius, seperti telah pada kondisi kesempatan kerja penuh mengakibatkan peningkatan pada tingkat harga dan tidak mempunyai dampak jangka panjang pada PDB riil.[6]

 

H.     Fungsi Investasi

 

Tidak seperti tabungan dan konsumsi, investasi merupakan sebuah bisnis yang tidak dapat diprediksi dan berisiko, karena investasi tidak harus mengikuti pergerakan yang sama dengan produk nasional bruto (GNP) beda halnya dengan pengeluaran konsumsi yang dpat mempengaruhi nilai produk nasional bruto (GNP). Investasi merupakan aktivitas tersendiri dari sektor swasta dan sektor pemerintah.

Peristiwa dimana investasi tidak sejalan dengan laju pertumbuhan produk nasional bruto ditemukan pada saat terjadinya resesi dalam siklus ekonomi juga dalam perekonomian yang sedang mengalami inflasi.Jika nilai produk nasional bruto tetap tinggi dan tingkat suku bunga juga tinggi keadaan ini dapat mengurangi investasi.

Dengan mengkombinasikan semua faktor diatas, yang memengaruhi permintaan investasi, kita dapat menghasilkan fungsi investasi dalam formasi

 



I = I ( i, r, Q, T )

Dengan, dI/di < 0; dI/dQ 0; dI/dT > 0.

 

 
 

 

 

 

 


Ket : I = tingkat investasi                            

i = tingkat suku bunga

r = tingkat pengembalian sebagai indikator dari keuntungan

        Q =  produk nasional bruto (GNP)

             T = perubahan teknologi yang memengaruhi permintaan interval

Keberadaan i menyebabkan ketidakpastian dalam semua variable, dalam fungsi diatas r mempunyai sifat acak dalam keberadaan i karena ketidakpastian yang disebabkan oleh harapan-harapan investor.Karenanya, Q tidak dapat meningkat selama masih terdapat kelemahan (lag) pada harapan-harapan investor. Juga karena penginvestasian kembali dari peningkatan Q tidak dapat direalisasikan, maka T mengalami kelambatan (lag) dan efek beruntun antara ketidakpastian yang disebabkan oleh i dan iklim ekonomi keseluruhan akan terbentuk.

Masuknya variable i ke dalam fungsi investasi didasarkan pada asumsi bahwa pengusaha meminjam kredit dari bank untuk melakukan investasi. Itu sebabnya pengusaha akan membandingkan apakah return r dari bisnisnya lebih tinggi dari tingkat bunga i. Bila r > i, maka ia akan melakukan investasi. Sebaliknya bila r <i , ia tidak akan melakukan investasi. Asumsi ini dapat dengan mudah kita ganti karena pada kenyataannya ada sumber dana lain untuk melakukan investasi. Bahkan kalaupun dengan sumber dana bank, saat ini ada perbankan syariah yang tidak menggunakan sistem bunga. Tetapi menggunakan margin dalam pembiayaan dan bagi hasil.[7]

 

I.         Fungsi Investasi dalam Perekonomian Islami

 

Secara lebih spesifik, M.M metwally (1993) mengembangkan suatu fungsi investasi dalam perekonomian islam akan sangat berbeda dari perekonomian yang non-Islami (konvesinal). Model yang dikembangkan mengasumsikan tingkat suku bunga nol, adapun asumsi lain yang digunakan adalah:

 

1.    Terdapat denda untuk penimbunan aset-aset yang tidak termanfaatakan.

2.    Dilarangnya segala bentuk spekulasi dan tindakan perjudian.

3.    Tingkat suku bunga pada semua jenis dana pinjaman adalah nol.

 

 Jadi, para investor dapat memilih diantara tiga alternatif untuk memanfaatkan dananya (a) memegang dananya dalam bentuk tunai (b) memegang dananya dalam bentuk aset-aset yang tidak menghasilkan pendapatan (contoh: deposito bank, pinjaman, property) atau (c) menginvestasikan dananya ( menjadi investor dalam proyek yang dapat menambah persedian modal negara). Menurut beberapa pandangan kontemporer, seorang Muslim yang menginvestasikan dana atau tabungannya tidak akan dikenakan pajak pada jumlah yang telah diinvestasikannya, tetapi dikenakan pajak pada keuntungan yang dihasilkan dari investasinya, karena dalam perekonomian Islami semua aset-aset yang tidak termanfaatkan dikenakan pajak, jadi investor Muslim akan lebih baik memanfaatkan dananya untuk investasi daripada mempertahankan dananya dalam bentuk yang tidak termanfaatkan. Dengan kata lain, dana atau tabungan yang tidak dimanfaatkan pada investasi riil akan dikenakan zakat pada tingkat tertentu.

Islam juga melarang bentuk bentuk-bentuk spekulasi seperti mencakup perlombaan, permainan kartu dan aktivitas perjudian lainnya, tetapi juga bentuk-bentuk transaksi yang melibatkan hasil yang akan datang (forward transaction).

Jelaslah bahwa investasi didalam perekonomian islam adalah fungsi dari tingkat keuntungan yang diharapkan. Tingkat keuntungan yang diharapakan juga bergantung pada bagian relatif dari keuntungan yang dialokasikan antara investor dan mereka yang menyediakan dana-dananya pada bentuk kerjasama atau pinjaman.

 

Permintaan investasi dalam perekonomian islami akan meningkat jika:

 

1.      Tingkat harapan akan tingkat keuntungan meningkat.

2.      Tingkat/ besar iuran pada aset-aset yang tidak termanfaatkan meningkat.

 

Karena tingkat harapan keuntungan bukan merupakan variable yang dapat dikendalikan, satu-satunya instrumen yang tersedia untuk penguasa muslim mendorong investasi adalah tingkat iuran pada aset-aset yang tidak termanfaatkan. Ini merupakan alternatif dari bunga dalam perekonomian bebas non-islami (konvensional).[8]

 

J.      Pembangunan Infrastruktur

 

            Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dan mendapat perhatian yang besar. Pada zaman Rasululloh  Saw. beliau membangun infrastruktur berupa sumur umum, pos, jalan raya, dan pasar. Pembangunan infrastruktur ini dilanjutkan oleh khalifah Umar ibn Khattab r.a dimana beliau mendirikan dua kota dagang besar yaitu Basrah (sebagai pintu perdagangan Romawi) dan Kuffah (sebagai pintu perdagangan Persia). Pada masa pemerintahan islam tersebut tidak ada masalah bagi orang-orang non-muslim untuk ikut dalam pembangunan negara islam.

Apabila kita menggunakan teori Irving Fisher : MV = PT, maka apa yang dilakukan Rasululloh Saw, dalam membangun infrastruktur adalah untuk melepaskan T dari tingkat full capacity, sehingga dalam pertumbuhan ekonomi ini tidak terjadi inflasi. Melepaskan T dari kondisi full capacity adalah sangat penting agar P tidak perlu naik atau mengalami adjustmen.

Keadaan ini dikenal dengan stagflasi diaman kenaikan AD hanya akan mengakibatkan kenaikan harga (P) dan tidak pendapatan nasional (Y) karena perekonomian sudah mencapai fuul capacity. Agar terjadi kenaikan pendapatan nasional (Y) maka pemerintah harus membelanjakan anggaran investasi infrastruktur publik dan menciptakan kondisi yang kondusif agar masyarakat mau berinvestasi untuk hal-hal yang produktif.[9]



[1] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, Edisi Ketiga, (Jakarta : Rajawali Pers 2015), hlm. 287-288.

[2]Ibid,hlm. 288-289

[3]Ibid, hlm. 289-291

[4]Ibid, hlm. 291-292.

[5]Ibid, hlm. 292-293.

[6]Ibid, hal 294

[7]Ibid, hlm. 294-295

[8]Ibid, hlm. 296-298.

[9]Ibid, hlm. 299.

No comments:

Post a Comment

MANAGEMEN PEMASARAM BANK

  BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Lembaga keuangan perbankkan dalam kinerja untuk kesuksesan baik manajemen maupun operasiona...