Sunday, March 12, 2017

ARTIKEL TENTANG WAYANG JENIS-JENIS WAYANG DAN ARTI PADA PERLENGKAPAN WAYANG



Jenis - Jenis Wayang - Jika di artikel sebelumnya kita hanya membahas tentang pengertian dan sedikit sejarah tentang wayang, maka kali ini kita akan membahas tentang jenis-jenis wayang yang pastinya di Indonesia.
Di Indonesia sendiri ada banyak sekali wayang yang terbuat dari berbagai macam bahan dan sampai saat ini masih eksis ditengah-tengah masyawakat jawa khususnya. Dan berikut ragam atau jenis wayang :
1.      Wayang Purwa
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0FmvCTXCMnMOu2Dw_uEXrkq_bjBzeOd5aBWE6HtvxZu-rTcF_LtT7LN-O6xiV3toMsJjKRNp3UcUHQIUumjceZnx21oaok2uFbkhAfpH0X8yGP1KcmVj6SRtSgQCDMlVBdCnZnxA4YG-l/s200/W+Kulit.jpg

Wayang Purwa atau juga disebut wayang kulit karena terbuat dari kulit lembu. Wayang kulit dimainkan oleh dalang dibalik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih sementara belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak. Sehingga penonton hanya dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Secara umum, wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana. Dalam wayang purwa berdasarkan ukurannya dari yang paling kecil sampai besar dibedakan menjadi Wayang Kaper, Wayang Kidang Kencanan, Wayang Pedalangan, dan Wayang Ageng.

2.      Wayang Golek
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh0WkX_VchBMt4VQtCWa5MyP4lWdVyK_88Hhn6H2KV2yVBUID4hPmzzy4NScxvLp2izL0h-UJ16ALpJCz_kwOq_ltCXnNKmbFsh6DKGR2o-2iZcmY9T61OCMqYHZNO8lFb8Lrb65NXWaeUV/s200/W+Golek.jpg

Wayang Golek adalah wayang yang terbuat dari boneka kayu, kebanyakan berpakian jubah (baju panjang) tanpa digeraikan secara bebas dan terbuat dari kayu yang berbentuk bulat seperti lazimnya boneka. Sumber ceritanya diambil dari sejarah, misalnya cerita Untung Surapati, Batavia, Sultan Agung, dan lain-lain. Wayang golek tidak menggunakan kelir seperti pada wayang kulit. Wayang ini sangat populer di tataran tanah sunda, yaitu Jawa Barat.
3.      Wayang Madya
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2fgtxE9ZO2Nzl2_hIqS-LRckIN2eyY8bKD3N_ke2sBsdMQ-aFRmHljr0Cn-8X-YBtSS4Bv7336CGkN7p1mK-QDbtBjOxNXXnNHueL9GsnSxWsoWKCeqm_Vs-jN_qKPbILFABi8t6cu1Lh/s200/W+Madya.jpg
Wayang Madya adalah wayang yang diciptakan oleh K.G, Mangkunegara IV pada abad 18. Wayang ini merupakan perpaduan dari Wayang Purwa dengan Wayang Gedog.Sumber ceritanya diambil dari cerita pandawa setelah perang Bharatayuda, misalnya Prabu Parikesit. Sekarang ini Wayang Madya jarang ditampilkan karena masyarakat sendiri telah mendarah daging pada Wayang Purwa (kulit)

4.      Wayang Klitik
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh04dn1zqjX8pM8615b9eLm1zZuNVY98iYlHD4tlV4V4Pd1_LwT2n8xi-WWfLCTx5YfJZQtjaQhEOlwNb6tMtgXpkhMovfKBL3r4xm0R61f2RiME5vljMZP4zq52ptENFhp5RIbp32L0rf7/s200/W+Klitik.jpg
Wayang Klitik adalah wayang yang terbuat dari kayu. Berbeda dengan wayang golek yang mirip dengan boneka, wayang klitik berbentuk pipih seperti wayang kulit. Carita yang ditampilkan pada pagelaran wayang klitik diambil dari siklus cerita Panji dan Damarwulan. Wayang Klitik tidak ditancapkan pada pelepah pisang, melainkan menggunakan kayu yang sudah diberikan lubang-lubang.
5.      Wayang Gedog
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsfiDaRaZxdp0FOlHfWEEetkDoMbma777c7miiQBprTnGSMoRgqTrF-Ztwx9Ysdgz4hudCr5h-LrArNsQhoe8hKOwj-Zfp_VgyWHlm3lD7YLe2upHed5Zywi7AujDS-IWBE-M4wAWKVuQT/s200/W+Gedog.jpg

Wayang diciptakan oleh Sunan Giri pada tahun 1485. Wayang ini menceritakan Panji, yang menceritakan latar belakang raja-raja kerajaan  Jenggala, Kediri, dan Singasari. Bentuk wayang gedog mirip dengan wayang purwa, tetapi tokoh-tokoh rajanya tidak digunakan gelung supit urang dan tokoh raksasa ataupun kera.

6.      Wayang Beber
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_xK_CsDZ0yAWHZzcApN-zAcHvzM-v7v4Sk1tl8RGSY1xqTj0DeRTujuun5u75wfAMb5d-19v9mPQDqIKjoRq1Ih5MljWpqOTsRX1onkXvOApaDCox63e-eVNN0XWSAqTE7rRMHLnGf0Z-/s320/W+Beber.jpg
Wayang beber adalah wayang berbentuk lembaran-lembaran (beberan) yang terbuat dari kain atau kulit lembu, dan dibentuk menjadi tokoh-tokoh wayang. Tiap beberan merupakan satu adegan cerita. Jika tidak dimainkan, wayang bisa digulung. Wayang ini dibuat pada zaman kerajaan Majapahit. Namun, konon para Wali Songo memodifikasi wayang ini yang digunakan untuk menyebarkan agama islam dengan diubah menjadi wayang kulit, hal ini dikarenakan dalam ajawan islam mengharamkan bentuk gambar dan patung.

7.      Wayang Suluh
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiocWrPqJV0wpdn9qDw05D-wjdC_jE1W5HjGV3IQ51eDyHmoxR5UH7yRU5FhrqR1WsuEPTyDuWJXx5h7_CF9F__HA2_nCEnlhtvmfdgkaM7c2_EqogpS9ammMWz3fWOoHKPwZR1eztg3v-Z/s200/W+suluh.JPG
Pementasan wayang ini tergolong wayang modern, karena biasanya untuk penerangan masyarakat. Wayang ini terbuat dari kulit yang diberi pakaian lengkap lazimnya manusia. Semetara ceritanya diambil dari kisah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Wayang ini diciptakan oleh seorang budayawan asal Surakarta R. M Sutarto Harjowahono pada taun 1920



8.      Wayang Orang
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaOoHSDfrR7QQMi8BYyhhlLqqg3Vf8odSBGf7ktN2yIOjmg4QZj4rk8T_jUDNQ2jH0uux_38DIIO9uIGkl8VQZzTLvPGQFri6FRCzxgMHJ-KkJ4RCN_LPKnCmsPbMuuiz3eg3hH1QpEaVn/s320/W+Orang.jpg
Wayang Orang adalah cerita wayang purwa yang dipentaskan langsung oleh orang atau manusia dengan busana seperti wayang. Sumbernya pun sama dengan wayang purwa. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731. Di Jawa pagelaran ini disebut dengan Wayang Wong (Orang). Dalam pertunjukan Wayang Orang, fungsi dalang yang merupakan sutradara tidak seluas seperti Wayang Kulit, dalang hanya bertindak sebagai perpindahan adegan.
 
Sebenarnya masih banyak lagi jenis wayang yang lainnya seperti: Wayang Titi, Wayang Wahyu, Wayang Suket, Wayang Pancasila, dan masih banyak lagi wayang yang  menurut asal daerahnya. Dengan begitu kita sebagai generasi muda untuk terus dilestarikan agar seni Pagelaran Wayang ini akan terus bisa kita lihat sampai anak cucu kita.
Sumber : Atlas Pintar Dunia Wayang karya Rizem Aizid


Jumat, 30 Maret 2012
Seni memainkan wayang yang biasa disebut pagelaran, merupakan kombinasi harmonis dari berbagai unsur kesenian. Pada pagelaran wayang kulit dituntut adanya kerjasama yang harmonis baik unsur benda mati maupun benda hidup (manusia). Unsur benda mati yang dimaksud adalah sarana dan alat yang digunakan dalam pagelaran wayang kulit. Sementara unsur benda hidup (manusia)  adalah orang-orang yang berperan penuh dalam seni pagelaran wayang kulit.

1.      Unsur Benda
Unsur benda yang ada dalam pagelaran wayang kulit adalah alat-alat yang berupa benda tertentu yang digunakan dalam pagelaran wayang tersebut. Bahkan terdapat unsur materi yang harus ada (karena tidak bisa digantikan). Unsur materi yang dimaksud antara lain: wayang yang terbuat dari kulit lembu, kelir, debog (batang pohon pisang), seperangkat gamelan, keprak,kepyak, kotak wayang, cempala, dan blencong. Seperangkat alat tersebut harus ada, karena alat-alat tersebut tidak bisa digantikan. Akan tetapi pada perkembangan zaman ada modifikasi atau pengubahan yang bibuat berdasar kebutuhan atau kreatifitas seniman, namun keberadaan wayang dan kelir tidak bisa ditinggalkan.

a)   Wayang kulit Jawa tentunya terbuat dari kulit. Pada umumnya terbuat dari kulit sapi namun ada juga yang dibuat dari kulit kambing. Proses pembuatannya pun cukup lama, mulai dari direndam lalu di gosok terus dipentang supaya tidak kusut kemudia dibersihkan bulu-bulunya. Baru setelah itu diberi pula untuk kemudian ditatah sesuai dengan gambar pola, dan terakhrir diwarnai. Jadilah wayang hasil kreasi seni pahat dan seni lukis.

b)   Gamelan adalah seperangkat alat musik perkusi dan petik serta gesek yang mengiringi pagelaran wayang. Jumlahnya sangat banyak. Macam gamelan antara lain bonang, gambang, gendang, gong, siter, kempul, dll. Gamelan dimainkan secara bersama-sama membentuk alunan musik yang biasa disebut gending. Inilah seni kreasi musik dalam pagelaran wayang.

c)    Kelir adalah layar lebar yang digunakan pada pertunjukan wayang kulit. Pada rumah Joglo, kelir di pasang pada bagian ‘pringgitan’. Bagian ini merupakan bagian peralihan dari pada ranah publik, pendopo dengan ranah privat, ndalem atau nggandok. Oleh karena itu penonton wayang kulit yang tergolong keluarga, pada umumnya nonton di bagian dalam ndalem, yang sering dianggep nonton mburi kelir. Nonton di belakang kelir ini memang benar-benar „wewayangan’, atau bayang-bayang. Lihat buku „Aspek Kebudayaan Jawa Dalam Pola Arsitektur Bangunan Domestik dan Publik’ (Subanindyo, 2010). Dari sinilah pengaruh blencong yang seolah-olah „menghidupkan wayang akan dapat terlihat (lihat: Blencong). Penonton juga tidak terganggu oleh adanya gamelan. Bagi penonton publik, mereka menonton didepan kelir, sehingga selain dapat melihat keindahan dari pada peraga wayang itu sendiri, oleh karena tatah dan sungging-nya, berikut simpingannya, juga dapat menyaksikan deretan pesinden atau waranggana manakala ada. Sayang, menyaksikan dari sisi ini selain tak dapat menyaksikan pengaruh blencong, dimana wayang seolah-olah menjadi hidup, juga terkadang terhalang oleh gamelan, terutama gayor untuk kempul dan gong. 

d)   Debog adalah batang pisang yang digunakan untuk menancapkan wayang (simpingan). Di simping artinmya dijajar. Baik yang dimainkan maupun yang yang dipamerkan (display), digunakan ‘debog’. Barang tentu untuk „menancapkan wayang yang di-display juga ada aturan-aturan tertentu. Mana wayang yang harus ada disebelah kanan ki dalang, mana pula yang harus berada disebelah kirinya. Tugas ‘menyimping’ ini sesungguhnya tidak terbatas hanya memasang wayang yang harus di-display, akan tetapi juga mempersiapkan segala sesuatu keperluan dalang. Misalnya menyediakan wayang-wayang yang akan digunakan (play) sesuai urutan adegannya, menempatkan kotak wayang berikut keprak dan kepyaknya, menyediakan cempala, memasang dan menyalakan maupun mengatur sumbu blencong, lampu minyak yang khas digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, dan lain-lain. Sekali-sekali juga membantu pelayanan konsumsi (makan minum, rokok) untuk dalang. Untuk penyiapan ini terkadang dibantu oleh anak-anak muda sebagai salah satu media pendidikan untuk mengenali dan akhirnya mencintai wayang.

e)    Blencong adalah lampu minyak (minyak kelapa – lenga klentik) yang khusus digunakan dalam pertunjukan wayang kulit. Design-nya juga khusus, dengan cucuk (paruh) dimana diujungnya akan menyala api sepanjang malam. Oleh karenanya seorang penyimping harus mewaspadai pula keadaan sumbu blencong tersebut manakala meredup, atau bahkan mati sama sekali.Tak boleh pula api itu berkobar terlampau besar. Karena akan mobat-mabit. Kalaupun lampu penerangan untuk dalang pada masa sekarang sudah menggunakan listrik, sesungguhnya ada fungsi dasar yang hilang atau dihilangkan dari penggunaan blencong tersebut. Oleh karena blencong adalah lampu minyak, maka apinya akan bergoyang manakala ada gerakan-gerakan wayang, lebih-lebih waktu perang, yang digerakkan oleh ki dalang. Ada kesan bahwa ayunan api (kumlebeting agni) dari blencong itu seolah-olah memberikan nafas dan atau menghidupkan wayang itu sendiri. Hal yang tak terjadi manakala penerangan menggunakan listrik atau tromak (petromax). Saat ini blencong sudah jarang digunakan. Dianggap kurang praktis dan merepotkan. 

f)     Kotak wayang berukuran 1,5 meter kali 2,5 meter ini akan merupakan peralatan dalang selain sebagaimana sudah diutarakan merupakan tempat menyimpan wayang, juga sebagai ‘keprak’, sekaligus tempat menggantungkan ‘kepyak’. Dari kotak tempat menyimpan wayang ini juga akan dikeluarkan wayang, baik yang akan ditampilkan maupun yang akan di-simping. Di-simping artinya dijajar, di-display di kanan dan kiri layar (kelir) yang ditancapkan di debog (batang pisang). Kotak akan ditaruh dekat dalang, di sebelah kiri, dan ditentang yang dekat dalang ditempatkan kepyak. Sedang kepraknya justru bagian dari kotak yang dipukul dengan cempala. Keprak adalah suara dhodhogan sebagai tanda, disebut sasmita, dengan jenis tertentu diwujudkan pemukulan pada kotak dengan menggunakan cempala. Sementara pada kepyak, berupa tiga atau empat lempengan logam (kuningan/gangsa atau besi) yang digantungkan pada kotak, juga dipukul dengan cempala, dalam bentuk tanda tertentu, juga sebagai sasmita atau tanda-tanda untuk – selain mengatur perubahan adegan – merubah, mempercepat, memperlambat, sirep, menghentikan atau mengganti lagu (gendhing). Terdengar nada yang berbeda antara kepyak wayang kulit Jogya dan gaya Surakarta. 

g)   Cempala merupakan piranti sekaligus ‘senjata’ bagi dalang untuk memberikan segala perintah, baik kepada wiraniyaga, wiraswara maupun waranggana. Bentuknya sangat artistik, bagaikan meru. Ia bisa dipukulkan pada kotak, sebagai keprak, bisa pula ke kepyak, tiga/empat lempengan logam yang digantungkan pada kotak wayang. Pada saat ke dua tangan dalang sedang memegang wayang – dan ini yang unik – maka tugas untuk membunyikan keprak maupun kepyak, dengan tetap menggunakan cempala, dilakukan oleh kaki kanan ki dalang. Cempala – dengan desain sedemikian rupa itu – akan dijepit di antara ibu jari dan jari telunjuk berikutnya. Menggunakan cempala memerlukan latihan untuk memperoleh tingkatan ketrampilan tertentu. Memukul kotak dengan cempala, Ki Dalang dapat memilih berbagai kemungkinan pembangun suasana dengan dhodhogan, seperti ada-ada, pathetan, kombangan. Dapat pula sebagai perintah kepada karawitan untuk mengawali, merubah, sirep, gesang atau menghentikan gamelan. Juga dapat digunakan untuk memberikan ilustrasi adegan, seperti suara kaki kuda, suara peperangan dan lain-lain. Artinya, ketika ke dua belah tangan ki dalang sedang memainkan wayang, maka keprak atau kepyak dapat juga berbunyi. Suatu keprigelan yang jarang dapat dilihat oleh para penonton wayang, karena biasanya ia sedang asyik mengikuti adegan yang ditampilkan di kelir (layar). Padahal untuk mencapai tingkat keprigelan tersebut, seorang dalang harus melakukan latihan-latihan yang intensif. Betapa tidak, keempat anggota badan, tangan dan kaki harus terus bergerak, sementara pikiran dan pandangan terfokus pada apa yang dilakukannya di layar / kelir.

2.      Unsur Manusia
Dalang, penyimping, penabuh, dan sinden adalah orang-orang yang berperan penting dalam kelancaran dan keberhasilan sebuah pagelaran wayang. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kemahiran khusus dalam bidangnya masing-masing. Berkat kemahiran khusus tersebut, terkadang mereka tidak bisa digantikan oleh sembarang orang.

a)    Dalang adalah sutradara, pemain, artis, serta tokoh sentral dari pada suatu pertunjukan wayang. Tanpa dalang, maka pertunjukan wayang itu tidak ada. Apalagi untuk dalang pada pertunjukan wayang kulit. Komunikasi antara dalang dengan unit pendukung, perlengkapan dan peralatan pertunjukan wayang merupakan komunikasi yang unik. Melalui segenap indera yang dimilikinya, ia berkomunikasi dengan kompleksitas orang dan peralatan yang lazim digunakan dalam suatu pertunjukan wayang. Tanpa suatu skenario yang dipersiapkan terlebih dahulu, namun wayang tampil secara spontan, kompak dan tidak pernah mengalami ‘out of order’, semalam suntuk. Sungguh suatu bentuk teater yang „aneh karena meskipun tanpa suatu skenario - padahal dalang dapat memilih beratus lakon atau cerita baku (babon-pakem), carangan, anggitan (sanggit) – tontonan dapat berjalan mulus dari jejeran sampai tancep kayon

b)   Penyimping adalah orang yang membantu dalang dalam menyiapkan wayang yang di jajar (disimping) pada debog (simpingan). Tugas ‘menyimping’ ini sesungguhnya tidak terbatas hanya memasang wayang yang harus di-display, akan tetapi juga mempersiapkan segala sesuatu keperluan dalang. Misalnya menyediakan wayang-wayang yang akan digunakan (play) sesuai urutan adegannya, menempatkan kotak wayang berikut keprak dan kepyaknya, menyediakan cempala, memasang dan menyalakan maupun mengatur sumbu blencong, lampu minyak yang khas digunakan dalam pertunjukan wayang kulit, dan lain-lain. Sekali-sekali juga membantu pelayanan konsumsi (makan minum, rokok) untuk dalang. Untuk penyiapan ini terkadang dibantu oleh anak-anak muda sebagai salah satu media pendidikan untuk mengenali dan akhirnya mencintai wayang.

c)    Panjak adalah orang yang bertugas memainkan gamelan. Orang-orang yang bertugas sebagai penabuh gamelan harus mempunyai kemahiran khusus dalam memainkan lagu (gendhing) sesuai dengan permintaan si dalang. Permintaan si dalang tentunya tidak verbalistik, namun penabuh gamelan diharuskan memahami isi cerita/lakon wayang dan gendhing yang dimainkan hendaknya diselaraskan dengan lakon cerita wayang. Hal inilah menuntut ketajaman intuisi bagi penabuh gamelan dalam pagelaran wayang, karena dalam pagelaran wayang tidak disediakan notasi musik dalam memainkan gamelan. Semuanya menggunakan intuisi seniman.

d)   Waranggana adalah penyanyi wanita dalam seni karawitan yang dimainkan dalam pagelaran wayang kulit. Lazim juga disebut pesinden. Penyanyi ini selain harus mempunyai kemahiran dalam menyanyi dengan suara yang merdu, namun juga ketahanan fisik yang prima. Hal ini diperlukan karena biasanya pagelaran wayang kulit itu dilaksanakan semalam suntuk. Tentu harus mempunyai fisik yang sehat dan kuat untuk melantunkan lagu-lagu jawa serta menahan kantuk mulai senja hingga pagi hari.
Diposkan oleh Ifanad di 21.

sumber : http://www.hadisukirno.co.id/artikel-detail.html?id=Macam-Macam_Wayang
http://wayanggokil.blogspot.co.id/2012/03/kelengkapan-dalam-pagelaran-wayang.html

No comments:

Post a Comment

MANAGEMEN PEMASARAM BANK

  BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Lembaga keuangan perbankkan dalam kinerja untuk kesuksesan baik manajemen maupun operasiona...